Sabtu, 07 Mei 2016

Permintaan pemikiran milton

TEORI PERMINTAAN : PEMIKIRAN MILTON FRIEDMAN
Milton Friedman adalah ekonom Amerika. Ia terlahir sebagai anak ke empat dari Sarah Ethel (Landau) dan Jeno Saul Friedman. Orang tuanya dilahirkan di Carpatho–Ruthenia (Provinsi di Austria Hongaria, kemudian selama perang menjadi bagian Cekoslowakia dan yang terakhir menjadi bagian Uni Sovyet). Saat berumur belasan tahun, ayah dan ibu Milton Friedman beremigrasi ke AS dan bertemu di New York. Ketika Milton berumur satu tahun, orang tuanya pindah ke Rahway, New Jersey (kurang lebih 20 mil dari New York), ayahnya membuka toko kelontong kecil-kecilan sedangkan ibunya bekerja sebagai penjahit. Walaupun pendapatan keluarganya kecil, namun cukup untuk makan dan suasana keluarga sangat mendukung dan kondusif.
Milton Friedman lulus dari Rahway High School tahun 1928, sesaat sebelum dia merayakan ulang tahunnya yang ke-16. Ayahnya meninggal pada tahun terakhirnya di SMA, untung dia diberi beasiswa untuk masuk ke Rudger University dan lulus tahun 1932. Spesialisasinya adalah matematika, namun ia kemudian menjadi tertarik pada ekonomi. Ada 2 orang yang sangat berjasa terhadap Milton Friedman yaitu Arthur F. Burn (dosen Rudger yang sedang menyelesaikan disertasi doktornya di Universitas Colombia) dan Homer Joness (dosen Universitas Chicago).
Arthur membantu dalam penelitian di bidang ekonomi dan memberi petunjuk dalam perkembangan kariernya. Sedangkan Homer Joness memperkenalkan bagaimana mengubah teori ekonomi yang kaku menjadi menarik dan relevan. Dan atas rekomendasinya, Milton Friedman ditawari beasiswa di Universitas Chicago. Di Univesritas itulah Milton Friedman bertemu dengan Jacob Viner, Frank Knight, Henry Schultz, Lloyd Mints, dan Henry Simon, serta bertemu istrinya yaitu Rose Director dan menikah 6 tahun kemudian.
Selain di Chicago, Milton Friedman juga kuliah di Columbia. Di sana ia bertemu dengan Harold Hoteling yang memperkenalkannya pada matematika ekonomi. Ia juga bekerja sebagai staf peneliti di National Bureau of Economic dengan menjadi asisten Simon Kuznets dalam penelitian tentang pendapatan professional. Dan hasilnya diwujudkan dalam bentuk buku berjudul Incomes From Independen Proffesional Practice yang juga dijadikan Milton Friedman sebagai disertasi doktornya di Universitas Colombia.
Tahun 1941-1943 ia bekerja di Departemen keuangan di bidang kebijakan pajak. Dan tahun 1943-1945 bekerja di Universitas Colombia dan mengajar matematika statistik, taktik militer, dan percobaan meteorologi. Milton Friedman kembali ke Chicago tahun 1946 karena bagaimanapun ia menganggap Universitas Chicago sebagai rumah intelektualnya dan mengajar teori ekonomi. Pekerjaan lainnya adalah sebagai penasehat ekonomi presiden Ricahard Nixon (1968) dan Senator Goldwater (1964). Tahun 1966 ia mulai menulis kolom tiga mingguan di majalah Newsweek bersama Paul Samuelson dan Henry Wallich.
Ia mendapat nobel di bidang ekonomi tanggal 13 Desember 1976 atas perhatiannya terhadap analisis konsumsi, teori dan sejarah moneter, dan menstabilkan kebijakan yang kompleks. Tahun 1977 ia berhenti sebagai dosen di Universitas Chicago dan bekerja sebagai peneliti senior di Hoover Institution of Stanford University.
Pada 11 Desember 2006, ekonom Milton Friedman menemui ajalnya akibat serangan jantung. Dunia pemikiran ekonomi dan politik berkabung. Mereka kehilangan salah satu putra terbaik sekaligus paling kontoversial. Milton Friedman disebut-sebut sebagai salah satu nabinya kaum neoliberal. Nabi lainnya adalah Friedrich August Von Hayek. Sebagai ekonom, Friedman dikenal sebagai seorang Monetarist dan membangun jaringan antara inflasi (inflation) dan penawaran uang (money supply). Ia menolak digunakannnya kebijakan fiskal sebagai alat manajemen permintaan. Ia juga menolak peran pemerintah dalam manajemen ekonomi. Sebagai seorang monetaris, ia merupakan penentang utama mazhab ekonomi Keynesian pada tahun 1960an dan awal tahun 1970an.
Kepakaran Friedman dalam bidang ekonomi tak ada yang meragukan. Ia disebut-sebut sebagai orang kedua yang paling berpengaruh sepanjang sejarah ekonomi setelah Adam Smith. Yang lain mengatakan, setelah John Maynard Keynes, tak ada lagi ekonom yang sanggup mengubah cara berpikir dan bagaimana menggunakan perangkat ilmu ekonomi selain Friedman. Puncaknya, pada 1976, ia dianugerahi hadiah nobel ekonomi dari pemerintah Swedia. Dalam pernyataan ketika mengantar kemenangan Friedman, panitia Nobel mengatakan, Friedman adalah “salah satu ekonom, komentator politik, dan esais yang paling berpengaruh pada abad ini. Milton mungkin adalah ekonom yang diketahui hidup dengan makmur.”
POKOK-POKOK PEMIKIRAN MILTON FRIEDMAN
Kepakaran Friedman dalam bidang ekonomi tak ada yang meragukan. Ia disebut-sebut sebagai orang kedua yang paling berpengaruh sepanjang sejarah ekonomi setelah Adam Smith. Yang lain mengatakan, setelah John Maynard Keynes, tak ada lagi ekonom yang sanggup mengubah cara berpikir dan bagaimana menggunakan perangkat ilmu ekonomi selain Friedman. Puncaknya, pada 1976, ia dianugerahi hadiah nobel ekonomi dari pemerintah Swedia. Dalam pernyataan ketika mengantar kemenangan Friedman, panitia Nobel mengatakan, Friedman adalah “salah satu ekonom, komentator politik, dan esais yang paling berpengaruh pada abad ini. Milton mungkin adalah ekonom yang diketahui hidup dengan makmur.”
Dua tema pokok dalam karya Friedman adalah pentingnya arti uang dan kebebasan.
Tiga aspek pemikiran Friedman adalah:
a)     Study tentang fungsi konsumsi
b)     Argumennya tentang kesulitan dan permasalahan dalam penerapan kebijakan stabilitas
c)      Konstribusinya pada teori dan sejarah moneter
Teori konsumsi sederhana, yang dikemukakan Keynes, menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi terutama dipengaruhi oleh penghasilan saat sekarang. Sedangkan menurut Friedman, yang dikemukakan dikenal dengan hipotesa pendapatan permanen, berpendapat bahwa konsumsi menyesuaikan pengeluaran mereka dengan ekspektasinya tentang pendapatan selama periode yang lebih lama.
Berlawanan dengan penekanan kebijakan fiscal yang dilakukan oleh ahli ekonomi Keynesian, Friedman menyatakan bahwa uang dan kebijakan moneter berperan penting dalam menentukan aktifitas ekonomi. Argumennya tentang pentingnya arti uang berasal dari teori uang kuantitatif (MV=PQ), yang berarti bahwa jumlah uang dalam perekonomian (M) dikalikan jumlah waktu yang digunakan tiap dolar dalam satu tahun untuk membeli barang (V) harus sama dengan output ekonomi yang terjual tahun itu (PQ).
Friedman berpendapat bahwa kecepatan ini tergantung pada faktor ekonomi seperti suku bunga dan perkiraan inflasi. Selain itu Friedman mengakui bahwa daripada membeli barang orang-orang lebih suka memegang uang karena alas an lain yaitu karena keamanan atau karena mereka berpikir bahwa harga persedian dan harga aset-aset yang lain mungkin akn turun. Namun studi empiris yang dilakukan Friedman menemukan bahwa faktor-faktor ekonomi ini hanya berdampak kecil pada keceptan dan dampaknya ini cenderung menurun dari waktu ke waktu. Karena kecepatan uang relative stabil, maka jumlah uanglah yang terutama berdampak pada tingkat aktivitas ekonomi.
Friedman menyatakan bahwa ketika mungkin uang berpengaruh pada aktivitas ekonomi dalam jangka pendek, dalam jangka panjang uang bisa nertal dan bisa tidak memiliki dampak ekonomis.
Ketika ahli ekonomi secara tradisional membedakan inflasi karana dorongan biaya dengan inflasi karena dorongan permintaan, Friedman justru menyatakan bahwa semua inflasi berasal dari terlalu banyaknya permintaan barang ketika terlalu banyak uang yang diciptakan.
Karena inflasi menurut Friedman adalah semata-mata fenomena moneter, satu-satunya solusi masalah inflasi adalah harus mengendalikan pertumbuhan persediaan uang.
Friedman menunjukan bahwa otoritas moneter dapat menciptakan depresi, inflasi dan hasil-hasil ekonomi yang tidak diharapkan melalui kesalahan mereka dalam mengelola persediaan uang.
Menurut Friedman, karena bank sentral tidak dapat dipercaya untuk mengambil kebijakan yang tepat, maka bank sentral seharusnya dipaksa mengikuti aturan moneter daripada dibiarkan melakukan mismanajemen dalam persediaan uang.
Kebijakan moneter sering salah, kata Friedman, karena penjangnya variable penundaan atau kelambanan atar masalah ekonomi saat ini dan ketika perubahan dalam persediaan uang akan mempengaruhai persediaan uang. Frieaman mengidentifikasi ketiga penundaan tersebut.
Friedman menyatakan bahwa otoritas moneter terlalu dipengaruhi oleh otoritas fiskal dan Departemen Keuangan Negara.
Ketidakberhasilan ajaran-ajaran Keynes dlm memecahkan masalah2 yg dihadapi melahirkan suatu aliran baru yg disebut “aliran Monetaris” yg mengutamakan kebijaksanaan moneter dalam mengatasi kemelut ekonomi. Istilah ini pertamakali digunakan oleh Karl Brunner untuk menggambarkan berbagai studi dibidang ekonomi moneter & kebijaksanaan moneter.
 Penekanan pokok pandangan monetaris terletak pada stok uang. Menurut Friedman, perubahan dlm jum lah uang beredar sgt besar pengaruhnya terhadap  :  
1. Tingkat inflasi dlm jangka panjang
 2. Perilaku GNP ril dlm jangka panjang
Friedman menyimpulkan secara umum laju pertum-buhan uang yg tinggi menyebabkan terjadinya booms & inflasi. Sementara itu, penurunan dlm laju pertum-buhan uang dapat menimbulkan resesi & kadang-kadang bahkan juga deflasi.
Aliran Monetaris sangat menarik untuk di bahas karena inti pokok pandangan golongan monetaris membahas tentang :
 1. Sebab terjadinya perubahan pendapatan nasional
            Sebab-sebab terjadinya perubahan pendapatan nasional menurut Friedman bersumber semata-mata pada tingkat permintaan uang, dimana volume permintaan uang ini tingkat pengeluaran yang akan dilakukan dalam masyarakat. Oleh sebab itu menurut Friedman, sebab yang paling penting adalah untuk menguasai volume uang dalam peredaran. Sebab jumlah uang itu yang mempengaruhi jumlah pengeluaran secara menyeluruh. Hal ini satu sama lain akan berdampak pada pertumbuhan dan kestabilan ekonomi.
 Sementara itu juga diakui, monopoli dan oligopoli dalam persaingan. Akan tetapi adanya monopoli dan oligopoli tidak begitu besar bobot penagruhnya terhadap proses kegiatan ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Selama jumlah pasok uang dapat dikuasai, akhirnya dalam perkembangan waktu tingkat harga dan keadaan ekonomi menjadi stabil dan maju.
 2. Kebijaksanaan moneter
            Menurut pemikiran Keynes, kebijaksanaan ekonomi yang harus dilakukan pemerintah adalah kebijaksanaan fiskal yang anti siklus. Golongan monetaris mengalihkan perhatian dari kebijaksanaan fiskal ke kebijaksanaan moneter. Upaya untuk menanggulangi goncangan-goncangan kegiatan ekonomi dilakukan dengan melakukan kebijaksanaan moneter dengan menguasai pasok/penawaran uang. Diakui dalam suatu masa transisi akan terjadi goncangan harga. Tetapi setelah beberapa waktu berlalu harga itu akan memncerminkan gerak perkembangan yang ada sangkut pautnya dengan pengadaan jumlah uang. Selama pasok uang dapat dikuasai maka pada waktunya kestabilan harga juga akan terpelihara. Pasok uang harus dikuasai dalam arti tingkat-tingkat pertambahannya harus dikendalikan sesuai dengan bertambahnya kebutuhna dunia usaha.
 3. Pasok uang harus mencerminkan kebutuhan dunia usaha
            Pasok uang harus dikuasai dalam arti bahwa tingkat tambahannya harus dikendalikan sesuai dengan kebutuhan dunia usaha. Golongan monetaris berpendapat bahwa selain di bidang moneter melalui pengelolaan pasok uang oleh otoritas moneter (Bank Sentral), pemerintah tidak boleh berintervensi secara aktif melalui kebijaksanaan ekonomi (kembali pada persainagn bebas).”( blogspot.com/2011/01/aliran-monetaris.html)
Berbagai pendapat atau gagasan kaum moneteris di atas, memiliki implikasi kebijakan yang penting , yaitu :
 1.  Stabilitas di dalam pertumbuhan jumlah uang beredarlah yang merupakan kunci dari stabilitas makroekonomi, dan bukan kebijakan makroekonomi aktif yang menimbulkan fluktuasi dalam pertumbuhan jumlah uang beredar yang menjadi penentu kestabilan makroekonomi.
 2.  Kebijakan fiskal itu sendiri memiliki pengaruh sistematis yang sangat kecil, baik terhadap pendapatan nasional riil maupun pendapatan nasional nominal; dan bahwa kebijakan fiskal (fiscal policy) bukanlah suatu sarana atau alat stabilisasi yang efektif.
TEORI PERMINTAAN UANG MILTON FRIEDMAN
Teori permintaan uang Friedman ini dikenal dengan “Restatememt of Quantity Theory” (penegasan kembali teori kuantitas). Friedman menyatakan bahwa uang pada prinsipnya merupakan salah satu bentuk kekayaan. Permintaan uang tergantung pada tiga hal yaitu : (a) total kekayaan yang dimiliki, dalam segala bentuk kekayaan ini merupakan kendala anggaran (Budget Constraint), (b) harga dan keuntungan (Return), dari masing-masing bentuk kekayaan, dan (c) selera dan preferensi pemilik kekayaan.
Analisis Friedman bertitik tolak pada keuntungan marginal dari proses substitusi antar bentuk kekayaan seperti uang, obligasi, saham, surat berharga dan bentuk kekayaan lainnya. Dalam defenisinya yang paling luas kekayaan seseorang adalah seluruh sumber pendapatan atau jasa yang dapat dikonsumsi. Dari sudut pandang ini maka tingkat bunga menunjukkan suatu hubungan antara jumlah kekayaan dengan pendapatan. Dimana seseorang yang mempunyai kekayaan akan selalu berusaha untuk memilih bentuk-bentuk kekayaan sehingga mencapai kepuasan maksimum. Hal ini dapat dicapai apabila tingkat substitusi antara satu bentuk kekayaan dengan kekayaan lain sama.
Friedman melakukan beberapa penyederhanaan dalam perumusan fungsi permintaan uang. Dia menganggap bahwa pemilik kekayaan bisa memilih lima bentuk kekayaan untuk dipegang :
a. Uang tunai (M)
Hasil / imbalan (return) untuk aktiva yang dipegang dalam bentuk uang tunai dapat berupa uang pula, misalnya bila uang disimpan dalam bentuk tabungan atau rekening giro. Uang tunai merupakan alat untuk menyimpan daya beli (store of Value) yang paling luwes dan alat untuk mempermudah tukar menukar (means of exchange) yang paling efektif.
b. Obligasi (B)

Hasil yang diperoleh dari aktiva dalam bentuk obligasi adalah pendapatan bunga (interest income) dan keuntungan kapital (capital gain). Interest income adalah hasil/imbalan yang diperoleh oleh pemegang obligasi setiap periode tertentu (setiap bulan atau tahun), yang jumlahnya tetap dan dicantumkan dalam obligasi. Dan besarnya hasil ini ditentukan oleh tingkat bunga yang berlaku (R). Sedangkan capital gain adalaha keuntungan (atau kerugia) yang bersu,ber dari naik turunnya harga pasar obligasi. Besar kecilnya capital gain ditentukan oleh perubahan tingkat bunga dari waktu ke waktu. Jika tingkat bunga (R) naik, maka harga obligasi turun dan jika tingkat bunga turun, maka harga obligasi naik.
c. Saham – Saham atau equitas (E)
Hasil yang diperoleh dari saham atau Equitas, dianggap oleh Friedman serupa dengan hasil dari obligasi, hanya saja diasumsikan bahwa hasil (dalalm satuan uang) untuk saham dipengaruhi jugu oleh perubahan tingkat harga.
d. Barang – barang fisik bukan manusia (G)
Hasil yang diperoleh dari aktiva fisik (G) ternyata merupakan kebalikan dari hasil uang tunai.apabila harga – harga naik, maka hasil yang diperoleh dari uang tunai turun, tetapi hasil dari aktiva fisik (G) naik. Sebaliknya bila harga – harga turun, haisl yang diperoleh dari aktiva uang tunai (M) naik, sedangkan hasil dari aktiva fisik (G) turun. Jadi hasil yang diperoleh dari uang tunai (M) maupun hasil dari aktiva fisik (G) dipengaruhi oleh presentase perubahan harga
e. Kekayaan Manusiawi / Human Capital (H)
Semakin besar aktiva manusiawi (H) yang dipegang relatif terhadap aktiva – aktiva lain, maka akan semakin besar permintaan uang tunai orang tersebut. Karena aktiva manusiawi tidak bisa diperjualbelikan seluwes aktiva – aktiva lain. Untuk mengimbangi kekurangan fleksibilitas dari struktur aktiva yang dipegangnya, ia akan cebdrunng memilih memegang lebih banyak uang tunai (M) daripada aktiva – aktiva lain.
PERBEDAAN ALIRAN MONETARIS DENGAN ALOIRAN KEYNESIAN
 Banyak perbedaan pandangan antara kubu Keynesian dan monetaris dalam melihat gejala-gejala ekonomi. Dalam melihat perekonomian secara agregat kubu Keynesian percaya bahwa perekonomian cenderung berada dalam posisi keseimbangan tingkat output rendah (low level equilibrium). Ini terjadi karena pengeluaran agregat cenderung lebih kecil dari penerimaan agregat dan kurang ampuhnya mekanisme. pasar dalam melakukan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan, terutama tingkat harga-harga dan tingkat upah. Hal ini bisa terjadi karena adanya kekuatan serikat buruh dan praktek-praktek oligopolistik dari pihak perusahaan-perusahaan.
 Kaum monetaris tidak percaya pda teori Keynesian yang mengatakan bahwa perekonomian cenderung berada pada keseimbangan tingkat output rendah disebabkan kurang ampuhnya mekanisme korektif untuk membawa pasar kembali pada posisi keseimbangan pemanfaatan sumber daya penuh. Dalam hal ini kubu monetaris mengritik bahwa ada kekuatan-kekuatan pasar yang tidak diikutkan dalam model yang dikembangkan Kubu Keynesian. Dua di antara kekuatan-kekuatan tersebut adalah turunnya suku bunga akan mendorong investasi dan turunnya tingkat harga akan mendorong konsumsi melalui apa yang disebut Pigoileffect. Bagi kubu monetanis perekonomian cenderung berada dalam posisi keseimbangan, di mana sumber daya digunakan penuh.
 Karena perbedaan cara pandang di atas, maka implikasi kebijaksanaan dan kedua kubu tersebut juga berbeda. Misa1nya dalam usaha meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan dalam mengatasi pengangguran, kub Keynesian lebih menyukai kebijaksanaan fiskal yang bersifat ekspansif. Sebaliknya kubu monetaris lebih menyukai kebijaksanaan moneter yang kontraktif. Intenvensi pemerintah untuk meningkatkan output dengan menggunakan kebijaksanaan fiskal tidak disenangi Friedman Misalnya ada usaha untuk meningkatkan output dengan menurunkan pajak. Menurut Keynesian langkah ini akan meningkatkan output. Dalam ”Bahasa” kurva IS-LM yang dikembangkan Keynesian, hal ini tenjadi kanena penurunan dalam pajak akan mendorong kurva IS bergerak ke kanan. Tetapi menurut kaum mouetaris hal seperti ini tidak akan terjadi, sebab dalam perekonomian yang sudah memanfaatkan sumber daya secara penuh maka kurva LM berbentuk tegak lurus, dan dampak dan pergeseran kurva IS tidak akan memberi pengaruh pada output (crowding-out effect).
 Antara kubu Keynesian dan monetris juga berbeda dalam melihac penyebab terjadinya fluktuasi ekonomi. Menunut kubu Keynesian tluktuasi ekonomi terjadi karena tenjadinya perubahan dalam faktor-faktor yang menentukan pendapaian nasional seperti pengeluaran pemerintah, investasj dan konsumsi masyaraicat. Sebaliknya menurut kubu monetaris fluktuasi ekonomi terjadi karena terjadinya pelonjakan-pelonjakan dalam jumlah uang beredar disebabkan adanya kebijaksanaan-kebijaksanan yang bersifat ekspansif dari pemerintah. Pendapat ini mengikuti pendapat pakar-pakar terdahulu seperti R.G. Hawxrey, F:A. Nayek dan Knut Wicksell, yang yakin bahwa terjadinya fluktuasi karena dipicu oleh faktor-faktor moneter, yang cenderung berakibat kumulatif dalam jangka panjang.
 Dalam buku: A Pvlonetaiy History of the United States, 1867- 1960 yang ditulis oleh Friedman bersama-sama dengan Anna Schwartz, mereka menjelaskan kaitan yang sangat erat antara perubahan dalam jumlah uang dengan perubahan dalam tingkat kegiatan ekonomi.

 Mereka menyimpulkan bahwa fluktuasi dalam jumlah uang sebagai penyebab fluktuasi dalam pendapatan nasional. Untuk mendukung argumen tersebut mereka menggunakan kasus depresi besar-besaran yang terjadi tahun 30-an. Menurut Friedman dan Anna Schwartz, hal ini berlangsung kanena terjadinya crash pasar modal tahun 1929 dan faktor-faktor lain yang diasosiasikan dengan berkurangnya aktivitas ekonomi tahun 20-an yang menyebabkan berkurangnya minat orang memegang surat-surat berharga, dan lebih menyukai memegang uang tunai. Tetapi sistem perbankan waktu itu tidäk bisa memenuhi permintaan akan uang tunai secara sekaligus dalam jumlah banyak dari masyarakat. Bank-bank (yang waktu itu jumlahnya hampir 2000 buah di seluruh Amerika Serikat) terpaksa menutup kantor. Sebagai konsekuensinya maka jumlah uang beredar anjlok. Tahun 1933 jumlah uang beredar diperkirakan 35 persen lebih rendah dari jumlah uang tahun 1929. Dengan alasan di atas kaum monetaris menyimpulkan bahwa fluktuasi dalam jumlah uang beredarlah yang menyebabkan terjadinya fluktuasi ekonomi, dan bukan sebaliknya sebagaimana yang dianut kubu Keynesian.
 Kaum Keynesian percaya bahwa memang ada kaitan yang sangat erat antara jumlah uang beredar dengan fluktuasi ekonomi. Tetapi bagi mereka bukan keadaan moneter yang mempengaruhi fluktuasi, melainkan fluktuasi ekonomi yang mempengaruhi jumlah uang beredar. Bagi kubu Keynesian fluktuasi terjadi karena berubahnya faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran agregat, dan kebijaksanaan yang paling ampuh untuk meredakan fluktuasi tersebut adalah melalui kebijaksanaan counter-cyclical dengan lebih banyak menggunakan kebijaksanaan fiskal.
 Kubu monetaris paling tidak suka dengan penggunaan kebijaksanaan fiskal untuk menstabilkan perekonomian. Alasannya, adalah sangat sulit mengimbangi setiap ayunan siklus ekonomi karena adanya faktor waktu (lag). Lebih lanjut Friedman mengatakan:
“There is likely to be a lag between the need for action and government recognition of the need; a further lag between recognition of the need for action and the taking of action; and a stilifurther lag between the action and its effects”.
Karena alasan di atas maka tidak heran jika kubu monetaris lebih jauh bahkan sangat meragukan keampuhan analisis dan studi neo-keynesian yang sering menggunakan model ekonometri skala besar. Sebab, dalam model-model skala besar tersebut tenggang waktu (time-lag) kurang diperhatikan. Karena danya tenggang waktu antara pembuatan model dan proses analisis dengan waktu mengaplikasikan, maka kebijaksanaan yang diambil bisa jadi sudah ketinggalan kereta. Mereka percaya dampak dan kebijaksanaan yang sudah ketinggalan tersebut bisa berakibat fatal bagi pembangunan.
 Sebagai akibat dari perbedaan dalam melihat perekonomian secara agregat-agregat, maka antara kubu monetaris dan kubu Keynesian juga sangat berbeda dalam penggunaan kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi. Kenyataannya pada tahun 70-an dan 80-an terjadi debat panjang yang sangat panas antara kubu monetaris (diwakili Friedman) dengan pihak non-monetaris (termasuk kubu Keynesian, Franco Modigliani dan James Tobin) tentang kebijaksanaan yang sebaiknya ditempuh dalam menghadapi berbagai masalah ekonomi, seperti pengangguran dan inflasi.
 Misalnya dalam menghadapi inflasi, terdapat perbedaan yang sangat tajam antara Keynesian dengan monetanis. Sebagaimana pernah dijelaskan sebelumnya, kubu Keynesian mennganggap inflasi terjadi karena pengeluaran agregat terlalu besar. Dengan demikian kebijaksanaan yang ditawarkan kubu Keynesian ialah dengan mengurangi jumlah pengeluaran agregat itu sendiei. Hal ini bisa dilakukan dengan mengurangi pengeluaran pemerintah atau dengan meningkatkan pajak. Kebijaksanaan moneter pun juga bisa dilakukan, yaitu dengan kebijaksanaan uang ketat. Kubu Keynesian tidak melihat konflik antara kebijaksanaan fiskal dan moneter. Keduanya di anggap sebagai komplemen. Bagaimanan, dalam praktek kaum Keynesian lebih sering menggunakan bijaksanaan fiskal, dengan alasan kebijaksanaan ini jauh lebih ampuh dalam menghadapi resesi.
 Sebaliknya kubu monetaris menganggap inflasi terjadi karena jumlah uang beredar terlalu banyak. Jika jumlah uang beredar terlalu banyak harga-harga akan naik. Dengan demikian cara yang dianjurkan kaum monetaris dalam menghadapi inflasi ialah dengan mengurangi jumlah uang yang beredar itu sendiri.
 Kebalikan dari kubu Keynesian yang lebih menyukai kebijaksanaan fiskal, kubu monetaris lebih suka menggunakan kebianaan moneter, sebab dampaknya lebih jelas dari pada kebiasaan fiskal. Anggapan ini didasarkan pada kepercayaan bahwa perubahan dalam jumlah uang beredar akan menyebabkan ahan yang besar pula dalam tingkat suku bunga, yang pada nya akan menyebabkan perubahan yang besar dalam pendapatan nasional. Ini jelas terbalik dengan anggapan kaum Keynesian yang melihat perubahan dalam jumlah uang beredar tidak begitu mempengaruhi tingkat suku bunga sehingga dampaknya terhadap pengeluaran agregat juga kecil.
 Kaum monetaris yang sangat memperhatikan agar jumlah uang yang beredai jangan bertambah terlalu cepat dari yang seharusnya, jelas menyalahkan kebijaksanaan fiskal yang ekspansif selama tahun 60-an, yang dianggap sebagai pangkal bala terjadinya kesulitan-kesulitan ekonomi di kemudian hari. Bagi kaum monetaris, melakukan pengeluaran pemerintah secara berlebihan tidak akan menguntungkan, justru dapat membawa kerugian. Yang jelas, jika inflasi terlalu tinggi perekonomian bisa macet. Bagi kaum monetaris inflasi dianggap sebagai musuh utama yang perlu diberantas sesegera mungkin. Kalau inflasi sudah reda, pemerintah harus membiarkan perekonomian menemukan sendiri laju pertumbuhannya yang normal.
 Dari uraian di atas jelas bahwa kubu monetaris lebih menyukai kebijaksanaan moneter dalam menghadapi masalah-masalah ekonomi dibanding kebijaksanaan fiskal. Bagaimanapun, dalam hal ini perlu dicatat bahwa kebijaksanaan moneter yang dianjurkan kubu monetaris adalah kebijaksanaan moneter yang sifatnya netral dan berorientasi ke arah pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Perbedaan di atas menyebabkan perkedaan selanjutnya ntara kubu Keynesian dengan kubu monetaris, di mana kalau kebijaksanaan yang dilakukan aliran Keynesian lebih sering bersifat ekspansif, sebaliknya kebijaksanaan yang digunakan oleh aliran monetaris cenderung kontraktif dan lebih konservatif. Dalam hal ini kubu monetaris lebih suka menaikkan laju pertumbuhan uang secara pelan-pelan tetapi konstan, sesuai dengan hukum pertumbuhan jumlah uang konstan (constant money growth rule). Kalau kubu Keynesian percaya bahwa pemerintah sebaiknya memegang peran utama dalam mengarahkan jalannya perekonomian lewat kebijaksanaan counter-cyclical dengan melakukan, fine-tunning, sebaliknya bagi kaum monetaris peran pemerintah harus dibatasi demi kelancaran jalannya perekonomian secara keseluruhan.
 Perbedaan lain antara kubu monetaris dengan kubu Keynesian adalah mengenai jangka waktu analisis. Kubu Keynesian tidak terlalu memperhatikan analisis jangka panjang (sebab, seperti kata Keynes, dalam jangka panjang kita semua akan mati !). Tidak demikian halnya dengan kubu monetaris yang diwakili Friedman. Bagi Friedman dampak jangka panjang dari berbagai kebijaksanaan ekonomi harus diperhatikan untuk mengetahui kekuatan pasar.
 Kelompok monetaris percaya bahwa kebijaksanaan peningkatan jumlah uang dalam jangka pendek berpenganuh terhadap output riil. Dalam bahasa kurva IS-LM yang dikembangkan kubu neo-Keynesian, kenaikan dalam jumlah uang akan menggeser baik kurva LM maupun kurva IS ke kanan, yang berarti peningkatan dalam jumlah output. Tetapi gejala seperti ini hanya berlangsung dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang perubahan dalam jumlah uang hanya menyebabkan harga-harga naik, sedang output riil maupun jumlah kesempatan kerja tidak akan bertambah. Dengan demikian kebijaksanaan moneter yang terlalu ekspansif tidak disukai kubu monetaris. Dalam hal ini belum diperhitungkan dampak negatif yang mungkin timbul, di mana kenaikan harga-harga dapat mengakibatkan semakin berkurangnya kesejahteraan golongan-golongan masyarakat tertentu, terutama mereka yang berpenghasilan tetap (seperti pegawai negeri).
 Dengan alasan yang sama maka Friedman tidak suka mempromosikan full-employment dengan kebijaksanaan uang mudah (easy money policy), dan juga tidak senang menghindari inflasi dengan menggunakan kebijaksanaan uang ketat (tight money policy). Sebab dampak jangka panjang dari kedua kebijaksanaan tersebut bisa saja berlawanan dengan yang diharapkan untuk jangka pendek.
 Kecaman lain dan kubu monetaris terhadap kubu Keynesian ialah bahwa dalam analisis IS-LM nya kubu Keynesian sama kali mengabaikan pasar tenaga kerja. Oleh Friedman dan kawan-kawan pasar tenaga kerja kembali diperhatikan. Hal ini secara tidak langsung telah membuka cakrawala baru dalam pengembangan teori-teori ekonomi, sebab teori-teori tentang ekonomi sumber daya manusia semakin berkembang sesudah itu.

KELEMAHAN DAN KELEBIHAN ALIRAN MONETARIS
KELEMAHAN: (((Menurut pandangan Keynesian, kebijakan moneter mungkin sangat tidak efektif.  Beberapa kekurangannya berasal dari asimetri kebijakan tersebut, perubahan dalam kecepatan (yang dapat menggagalkan kebijakan), dan ketidakpastian dari investasi yang diambil (terutama jika bukan bunga sensitif).
(((Kekurangan utama dari kebijakan moneter adalah asimetri.  Yaitu, suatu kebijakan uang ketat adalah sangat efektif guna mencegah pinjaman baru karena kelebihan cadangan dikurangi, namun kebijakan yang mudah sepertinya menjadi tidak efektif karena tambahan kelebihan cadangan tidak akan dipinjamkan ke luar oleh bank karena takut akan potensi kebangkrutan dari para peminjam selama masa resesi.  Dengan demikian, disarankan untuk tidak menggunakan kebijakan moneter, malah menggunakan kebijakan fiskal.
(((Kebijakan moneter mungkin digunakan baik untuk mengendalikan persediaan uang maupun tingkat suku bunga.  Tetapi, keduanya tidak dapat dikendalikan pada waktu yang sama.  Dengan demikian hal tersebut menjadi dilema.
KELEBIHAN :
Kaum monetaris mengatakan bahwa perekonomian cenderung berada pada keseimbangan tingkat output rendah yang disebabkan kurang ampuhnya mekanisme korektif untuk membawa pasar kembali pada posisi keseimbangan pemanfaatan sumber daya penuh.
Kaum monetaris menyatakan bahwa turunnya suku bunga akan mendorong investasi dan turunnya tingkat harga akan mendorong konsumsi melalui Pigou effect. Bagi kubu monetaris perekonomian cenderung berada dalam posisi keseimbangan, dimana sumber daya digunakan penuh.
Dalam usaha meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan dalam mengatasi pengangguran, kaum monetaris lebih menyukai kebijaksanaan moneter yang kontraktif. Intervensi pemerintah untuk meningkatkan output dengan menggunakan kebijaksanaan fiskal tidak disenangi Friedman. Misalnya ada usaha untuk meningkatkan output dengan menurunkan pajak.
Kaum monetaris, terutama Friedman, dinilai sangat berjasa meluruskan falsafah liberal kaum klasik kembali sebagaimana yang diajarkan oleh Adam Smith. Argumentasi Friedman untuk menyokong ajaran klasik tersebut ialah bahwa benefit yang diterima dari kebijaksanaan laissez faire jauh lebih besar dari benefit yang ditrerima lewat terlalu banyaknya campur tangan pemerintah. Dengan anggapan seperti ini pakar-pakar ekenomi masa sekarang berusaha mengembalikan orientasi analisis pada ajaran klasik, baik mengenai asumsi yang dipergunakan, struktur model yang disusun, metodologi yang dipergunakan, memandang arti penting uang dalam ekonomi, maupun dalam memilih kebijaksanaan ekonomi yang hendak dijalankan.
KESIMPULAN :
Kaum monetaris, terutama Friedman, sangat berjasa dalam menekankan arti penting laju pertumbuhan uang terhadap aktivitas-aktivitas ekonomi: Dilihat dari upayanya tersebut ia dapat dianggap sangat berhasil. Sebab, sebagaimana diucapkan oleh pakar ekonomi makro Franco Modigliani: We are all monetarists now, dalam artian bahwa hampir semua pakar ekonomi masa sekarang percaya akan arti penting laju pertumbuhan stok uang dalam perekonomian.
 Secara keseluruhan harus diakui bahwa pengaruh pandangan Friedman dalam kebijaksanaan ekonomi sangat besar. Hal ini dapat dilihat dan diadopsinya kebijaksanaan moneter barn oleh pemerintah Amerika Serikat (the Fed’s) tahun 1979. Friedman sangat anti dengan peran pemerintah yang kelewat besar dalam perekonomian. Jika penerimaan pemerintah terlalu besar maka otomatis pengeluarannya juga harus besar, padahal banyak program-program pemerintah dinilai tidak efektif dalam mencapai sasaran. Pengaruh pandangan Friedman di atas dapat dilihat dari program pemotongan pajak yang dilakukan pemerintahan Reagan tahun 1981.
 Pengaruh pandangan Friedman juga dirasakan di Indonesia, terlihat dari kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi, yang pada intinya mengurangi cengkeraman pernerintah yang kelewat besar dalam pérekonomian Indonesia. Begitu jüga dalam menghadapi inflasi tahun 1993 dan tahun 1994, pemerintan juga terlihat berusaha mati-matian menekan laju inflasi di bawah dua digit, sebab para pakar ekonomi di Indonesia, dan juga kaum praktisi, telah mengetahui dampak negatif yang sangat besar dan keadaan inflasi, yang secara sangat vokal disuarakan oleh Milton Friedman dan kubu monetaris
https://kinantiarin.wordpress.com/teori-permintaan-pemikiran-milton-friedman/
http://www.definisi-pengertian.com/2015/06/teori-permintaan-uang-milton-friedman.html
http://takmaurugi.blogspot.co.id/2011/05/teori-milton-friedman.html
http://ronihardiono.blogspot.co.id/2013/05/sejarah-pemikiran-ekonomi.html
http://speunand.blogspot.com/2011/01/aliran-monetaris.html

Permintaan uang

Teori permintaan uang pemikiran post Keynesian
1.  Corak Pemikiran Ekonomi Aliran Keynesian
Aliran Keynesian pada masanya menekankan pembahasan tentang teori fluktuasi ekonomi, menganalisis hal-hal yang dapat menyebabkan perekonomian menjauh dari posisi keseimbangan sehingga tidak stabil, dan yang lebih penting adalah apa tindakan dan kebijakan yang dapat dilakukan untuk mencegah gerak perekonomian yang berfluktuasi tersebut agar menjadi lebih stabil, serta peduli terhadap pertumbuhan ekonomi. Berbeda dengan pada masa pemikiran aliran Klasik, masalah fluktuasi ekonomi hanya dibicarakan selintas saja hal ini dikarenakan sudah begitu melekatnya kepercayaan orang pada pendapat Klasik yang mengatakan bahwa perekonomian akan selalu menuju pada suatu keseimbangan.
Selanjutnya, pendekatan pemikiran-pemikiran terdahulu terhadap teori pertumbuhan misalnya Klasik dan Neo-klasik kurang memperhatikan soal pertumbuhan, sebab mereka lebih terfokus pada hal-hal yang bersifat mikro.



a.  Teori Fluktuasi Ekonomi
Pada masa sebelumnya masalah fluktuasi atau siklus ekonomi telah dibicarakan oleh Ricardo dan Struat Mill. Namun, pembahasannya hanya dilakukan secara  selintas. Bagi kaum Keynesian fluktuasi ekonomi terjadi karena dua penyebab yaitu; Pertama, terjadinya perubahan-perubahan dalam tingkat investasi dan rendahnya tingkat konsumsi. Sebagai contoh, depresi besar-besaran pada tahun 1930-an terjadi karena naik turunnya jumlah investasi dan pengeluaran konsumsi.
Perubahan tingkat bunga akan mempengaruhi investasi dan pendapatan. Misalnya, terjadi kenaikan money supply dan kurangnya money demand maka tingkat bunga akan menurun, investasi dan pendapatan akan meningkat.  Meningkatnya pendapatan akan mempengaruhi meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat. Namun, apabila terjadi  kenaikan money demand melebihi money supply, maka tingkat bunga akan meningkat, yang akan berdampak pada tingkat investasi dan pendapatan.
Kedua, fluktuasi terjadi karena tidak adanya mekanisme koreksi yang mampu mendorong perekonomian pada keseimbangan kesempatan kerja penuh, yang disebabkan oleh kakunya harga-harga terutama tingkat upah dalam mekanisme penyesuaian. Ketidakseimbangan perekonomian yang berkaitan dengan pengangguran dan inflasi menyebabkan kaum Keynesian percaya perlunya intervensi dari pemerintah sebagai langkah koreksi.
Jadi, di sini ketika perekonomian mengalami keadaan yang tidak stabil, aliran Keynesian memberi solusi untuk menekan atau meredakan fluktuasi ekonomi dengan menghadirkan campur tangan dari pemerintah melalui kebijkan-kebijakan yang dilakukan.
Berbedea dengan aliran Sisi Penawaran, menurutnya lebih baik meningkatkan pendapatan nasional melalui pemanfaatan sumber daya penuh, daripada mencoba menekan atau meredakan fluktuasi ekonomi. Dalam mengatasi inflasi dan pengangguran, jalur  yang ditempuh oleh aliran sisi penawaran melalui program penurunan pajak kepada pengusaha. Alasannya turunnya pajak akan menambah gairah pengusaha dan investasi, yang akan mendorong peningkatan dalam produksi. Dengan  meningkanya produksi, kebutuhan akan tenaga kerja meningkat dan masalah pengangguran dapat  diatasi, dan sekaligus inflasi dapat diredakan.
Sedangkan Keynesian  melihat perekonomian dari sisi permintaan, menekankan pentingnya permintaan agregat sebagai faktor utama penggerak perekonomian, terutama dalam perekonomian yang sedang lesu. Ia berpendapat bahwa kebijakan pemerintah dapat digunakan untuk meningkatkan permintaan pada level makro, untuk mengurangi pengangguran dan deflasi. Jika pemerintah meningkatkan pengeluarannya, uang yang beredar di masyarakat akan bertambah sehingga masyarakat akan terdorong untuk berbelanja dan meningkatkan permintaannya (sehingga permintaan agregat bertambah). Selain itu, tabungan juga akan meningkat sehingga dapat digunakan sebagai modal investasi, dan kondisi perekonomian akan kembali ke tingkat normal.

b.  Teori Pertumbuhan dan Pembangunan
Perhatian terhadap pertumbuhan dan pembangunan terutama di Negara-negara berkembang semakin marak berkat pengaruh ajaran Keynes yang menginginkan campur tangan pemerintah dalam proses pembangunan. Bermodalkan teori-teori dan konsep-konsep yang digagas Keynes, banyak negara berkembang ikut aktif terlibat dalam proses pembangunan.
Sebagaimana diketahui negara berkembang ingin cepat-cepat mengejar ketertinggalannya dari negara-negara maju. Salah satu jalan pintas yang dapat ditempuh adalah memacu pertumbuhan ekonomi dengan melaksanakan industrialisasi. Karena industrialisasi diperlukan dana yang tidak sedikit, banyak negara berkembang meminjam modal dari negara-negara maju, beserta asistensi teknis untuk menyelenggarakan pembangunan. Dengan bantuan dana dan tenaga teknis negara-negara berkembang mulai memperbaiki keadaan ekonominya.

c.  Kebijakan fiskal vs kebijakan moneter
Keynesian menganggap kebijakan moneter kurang efektif dalam usaha menstabilkan perekonomian. Karena kebijakan moneter diarahkan hanya untuk pengendalian inflasi dan tidak bisa dipergunakan untuk mempengaruhi kegiatan ekonomi riil. Sebaliknya, mereka percaya kebijakan fiskal lebih ampuh dalam menstabilkan perekonomian.
Bagi Keynes, campur tangan pemerintah merupakan keharusan. Misalnya, kalau terjadi pengangguran  pemerintah bisa memperbesar pengeluarannya untuk proyek-proyek padat karya. Dengan demikian sebagian tenaga kerja yang menganggur bisa bekerja, yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Sementara itu, menurut kaum moneteris terjadinya inflasi dipersepsikan karena pengeluaran agregat terlalu besar. Maka, untuk membrantas inflasi tersebut pemerintah perlu mengurangi jumlah uang beredar dan inflasi akan turun dengan sendirinya.

2.    Pemikiran-pemikiran Ekonomi  Simon Kuznet (1901-1985)
Simon Kuznets terkenal dalam bidang ekonomi atas studinya tentang pendapatan nasional dan komponen-komponennya. Ia pernah memenangkan hadiah Nobel di bidang ekonomi pada tahun 1971 atas usahanya mempelopori pengukuran dan analisis atas sejarah pertumbuhan pendapatan nasional negara-negara maju.
Pada awalnya kuznet seorang ahli statistik, yang banyak berkecimpung dengan pengumpulan dan analisis data. Termasuk pula di dalamnya data ekonomi. Karena banyak mengumpulkan data-data ekonomi, ia menjadi tertarik dengan bidang ekonomi. Buku yang ditulis Kuznets yang ada hubungan dengan ekonomi antara lain : National Income and Its Composition (1941), Economic change (1953), dan Modern Economic Growth, Rate, Structure and spread (1960). Dalam karyanya yang pertama, Kuznets banyak menyumbangkan pemikiran tentang hal-hal yang berhubungan dengan perhitungan pendapatan nasional.
a.    Pendapatan nasional
Berkat jasa Kuznets, pengertian-pengertian pokok dalam kerangka teori Keynes dapat diwujudkan secara kuantitatif-empiris. Hubungan antara pendapatan nasional, konsumsi, tabungan, pengangguran, inflasi, dan harga-harga dapat dikaji dan diamati menurut analisis kurun waktu (time series analysis). Dengan analisis time series, kita dapat menghitung pertumbuhan ekonomi lebih eksak.
Begitu juga dengan  analisis kurun waktu, kita tidak hanya dapat mengetahui apa yang sedang atau sudah terjadi. Kita bahkan bisa meramal, memperkirakan, dan skaligus mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak diinginkan terjadi pada masa-masa yang akan datang.
Manfaat Pendapatan Nasional yaitu;
1.      Dapat mengetahui dan memperbandingkan kegiatan ekonomi dari tahun ke tahun.
2.      Untuk mengukur tinggi rendahnya taraf hidup dan kemakmuran suatu bangsa.
3.      Dapat mengetahui struktur perekonomian suatu negara.
4.      Membandingkan antara neraca pendapatan nasional dengan neraca pembayaran internasional, sehingga dapat diketahui seberapa besar hubungan luar negeri terhadap perekonomian nasional.
b.    Petumbuhan ekonomi
Menurut Simon Kuznets, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi bagi para penduduknya. Definisi ini memiliki tiga komponen utama yaitu.: pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang; kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk; ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat.[19]

c.    Pengukuran Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product)
Menurut Kuznet PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu. PDB dapat dihitung dengan memakai dua pendekatan, yaitu;[20] pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan. Rumus umum untuk PDB dengan pendekatan pengeluaran adalah
PDB = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + ekspor – impor
Di mana konsumsi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, investasi oleh sektor usaha, pengeluaran pemerintah oleh pemerintah, dan ekspor dan impor melibatkan sektor luar negeri.
Sementara pendekatan pendapatan menghitung pendapatan yang diterima faktor produksi adalah
PDB = sewa + upah + bunga + laba
Di mana sewa adalah pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti tanah, upah untuk tenaga kerja, bunga untuk pemilik modal, dan laba untuk pengusaha. Secara teori, PDB dengan pendekatan pengeluaran dan pendapatan harus menghasilkan angka yang sama. Namun karena dalam praktek menghitung PDB dengan pendekatan pendapatan sulit dilakukan, maka yang sering digunakan adalah dengan pendekatan pengeluaran.

3.    Pemikiran-pemikiran Ekonomi  Paul Samuelson
Samuelson memperoleh pendidikan ekonomi di Harvard. Disamping memperdalam ekonomi ia juga sangat mahir dalam ilmu matematika. Jasa Samuelson sangat terlihat dalam melakukan  kodifikasi pemikiran-pemikiran Keynes, kemudian ia melengkapinya dengan pemikiran-pemikiran baru yang lebih luas jangkauannya dengan pendekatan matematika. Buku Samuelson antara lain : Foundation of Economic Analysis (1947) dan economics (1948). Dalam buku Economics, Samuelson memperlihatkan bagaimana perdagangan luar negeri dimasukkan dalam kerangka teori ekonomi makro, mengenai lalulintas perdagangan dan pembayaran internasional. Atas jasa Samuelson, banyak negara yang terdorong untuk lebih membuka pasarnya terhadap perekonomian internasional, termasuk Indonesia.
Samuelson memperjelas hubungan antara kebijakan fiskal dengan keseimbangan dalam lalulintas pembayaran internasional. Hal ini memperllihatkan peranan foreign trade multiplier (dampak multiplier yang berasal dari perdangan luar negeri) dan berbagai kemungkinan penyimpangan dari keseimbangan internasional. Di sini dapat dilihat adanya integrasi mengenai segi ekuilibrium internasional kedalam kerangka umum teori ekonomi makro.
Sementara itu, dalam buku Foundation of Economic Analysis, ia memperlihatkan bagaimana hubungan timbal balik saling memperkuat antara faktor pengganda (multiplier) dengan proses akselerasi (accelerator). Permintaan efektif masyarakat dipengaruhi oleh autonomous investment (investasi yang besarnya ditentukan oleh perekonomian itu sendiri). Dampak investasi terhadap perekonomian menjadi berlipat ganda karena adanya multiplier, besarnya angka pengganda ini sangat ditentukan oleh kecenderungan menkonsumsi masyarakat. Makin besar kecenderungan mengkonsumsi, makin besar angka pengganda, makin besar pula dampak investasi terhadap perekonomian. Dampak investasi terhadap perekonomian menjadi jauh lebih besar karena adanya akselerasi.
Prinsip akselerator secara sederhana adalah perubahan dalam pendapatan nasional akan menyebabkan terjadinya perubahan dalam jumlah investasi. Perubahan dalam investasi menyebabkan bertambahnya pendapatan nasional melalui proses akselerasi, yang bersifat kumulatif. Interaksi antara multiplier dan accelerator berdampak terhadap pendapatan nasional menjadi semakin berlipat ganda.

C.  Kesimpulan
Keynesian merupakan aliran yang mendukung dan mengembangkan teori-teori dari Keynes. Sebagaimana kita ketahui teori-teori dari Keynes cukup mendunia pada masanya. Aliran Keynesian mengembangkan teori-teori dari Keynes seperti teori yang berhubungan dengan usaha menjaga stabilitas ekonomi dan mengantisipasi fluktuasi ekonomi, serta teori yang berhubungan dengan pertumbuhan dan pendapatan nasional.
Dalam mengatasi persoalan ekonomi, Keynesian percaya pemerintah harus campur tangan secara aktif dan sadar mengendalikan perekonomian ke arah posisi Full Employment, sebab mekanisme ke arah posisi tersebut tidak bisa diandalkan secara otomatis. Keynesian menganggap kebijakan fiskal lebih efektif dalam usaha menstabilkan perekonomian. Berbeda dengan kaum moneteris, yang menganggap kebijakan moneter lebih efektif dalam memecahkan persoalan ekonomi dengan cara menekan atau menambah jumlah uang beredar.
Ketika aliran Keynesian  mencoba untuk menekan fluktuasi ekonomi agar perekonomin mendekati keadaan stabil, aliran Sisi Penawaran justru berpendapat lebih baik meningkatkan pendapatan nasional melalui pemanfaatan sumber daya penuh, daripada mencoba menekan atau meredakan fluktuasi ekonomi.
Dua tokoh yang sangat memberi sumbang pemikiran atas kesempurnaan pemikiran Keynes adalah Simon Kuznet dan Paul Samuelson. Kuznets banyak menyumbangkan pemikiran tentang hal-hal yang berhubungan dengan perhitungan pendapatan nasional. Ia merintis perhitungan pendapatan nasional sejak periode 1929-1932 dan hasilnya 1934 diterbitkan pertama kali sebagai hasil penghitungan Pendapatan Nasional Amerika. Sedangkan Samuelson, berjasa dalam memperkenalkan lalulintas perdagangan dan pembayaran internasional. Atas jasanya banyak negara yang terdorong untuk lebih membuka pasarnya terhadap perekonomian internasional, termasuk Indonesia. Dengan demikian pemikiran-pemikiran Keynesian mengarah kepada ekonomi Makro.

DAFTAR PUSTAKA

A.Karim, Adiwarman.2007. Ekonomi Makro Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Boediono. 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta: BPFE.
Djojohadikusumo, Sumitro. 1991. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Edisi I. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Deliarnov. 2010. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: Rajawali Pers

Permintaan uang klasik

A.    Teori Permintaan Uang Klasik
Teori permintaan uang Klasik bermula dari teori tentang jumlah uang yang beredar dalam masyarakat (teori kuantitas uang). Teori ini tidak dimaksudkan untuk menjelaskan tentang alasan seseorang menyimpan uang dalam bentuk kas, namun lebih pada peranan uang dalam perekonomian.[1] Teori ini sebenarnya adalah teori mengenai permintaan dan penawaran akan uang, beserta interaksi antara keduanya. Fokus dari teori ini adalah pada hubungan antara penawaran uang atau jumlah uang beredar dengan nilai uang atau tingkat harga. Hubungan dua variable dijabarkan lewat konsepsi teori mengenai permintaan akan uang. Perubahan akan jumlah uang beredar atau penawaran uang berinteraksi dengan permintaan akan uang dan selanjutnya menentukan nilai uang. Dengan sederhana Irving Fisher merumuskan teori kuantitas uang sebagai berikut:
M.V = P.T
Dimana: M = Jumlah Uang Beredar (JUB)
V = Perputaran uang dari satu orang ke orang lain dalam satu periode
P = Harga barang
T = Volume barang yang diperdagangkan
Persamaan di atas menunjukkan bahwa nilai barang yang diperdagangkan (sisi kanan dari tanda sama dengan) sama besarnya dengan JUB dikalikan dengan kecepatan perputarannya. Meskipun persamaan di atas tidak mencerminkan permintaan uang, namun dapat diubah bentuk menjadi persamaan permintaan uang. Fisher mengatakan bahwa permintaan akan uang timbul dari penggunaan uang dalam proses transaksi. Setiap perekonomian dalam setiap tahap pertumbuhannya mempunyai sistem kelembagaan yang menentukan sifat dari proses transaksi. Besar kecilnya nilai perputaran uang setiap periode tertentu (V) ditentukan oleh sifat dari proses transaksi yang berlaku di masyarakat dalam suatu periode tertentu. Sistem kelembagaan ini mencakup faktor-faktor misalnya tingkat “monetisasi” sektor ekonomi (masyarakat agraris tradisional memerlukan uang yang lebih kecil untuk setiap volume transaksi daripada masyarakat industri), kebiasaan memberi kredit perdagangan oleh supplier kepada pembelijuga bisa mengakibatkan menurunnya kebutuhan akan uang dan jaringan perbankan memungkinkan dana bisa dikirim antar daerah secara cepat dan mengakibatkan kebutuhan uang menurun.
Implikasi dari teori moneter dari Irving Fisher adalah:
(1)   Permintaan akan uang dalam masyarakat merupakan suatu proporsi dari volume transaksi, dan volume transaksi merupakan suatu proporsi konstan pula dari tingkat pendapatan nasional. Jadi permintaan uang pada analisa terakhir ditentukan oleh tingkat pendapatan nasional saja, tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti tingkat bunga.
(2)   Dari segi kebijaksanaan ekonomi makro, teori moneter ini mempunyai implikasi yang penting, yaitu bahwa tingkat pendapatan nasional equilibrium tidak bisa dipengaruhi oleh kebijaksanaan fiskal. Dalam kasus ini kebijaksanaan moneterlah yang paling efektif untuk mengendalikan tingkat pendapatan nasional.[2]
Selain Irving Fisher, Marshall dan Pigou juga berpendapat mengenai permintaan uang. Teori Marshall dan Pigou (dikenal dengan teori Cambridge) tidak jauh seperti halnya teori Fisher, teori Cambridge berpangkal pokok pada fungsi uang sebagai alat tukar umum (means of exchange). Karena itu, teori-teori Klasik melihat kebutuhan uang atau permintaan akan uang dari masyarakat sebagai kebutuhan akan alat tukar yang likuid untuk tujuan transaksi. Perbedaan utama antara teori ini dengan Fisher, terletak pada tekanan dalam teori permintaan uang Cambridge pada perilaku individu dalam mengalokasikan kekayaannya antara berbagai kemungkinan bentuk kekayaan, yang salah satunya berbentuk uang. Perilaku ini dipengaruhi oleh pertimbangan untung-rugi dari pemegang kekayaan dalam bentuk uang. Teori Cambridge lebih menekankan faktor-faktor perilaku (pertimbangan untung-rugi) yang menghubungkan antara permintaan akan uang seseorang dengan volume transaksi yang direncanakannya. Teoritisi Cambridge mengatakan bahwa permintaan akan uang selain dipengaruhi oleh volume transaksi dan faktor kelembagaan (Fisher), juga dipengaruhi oleh tingkat bunga, besar kekayaan warga masyarakat, dan ramalan/harapan dari masyarakat mengenai masa mendatang. Dalam teori Cambridge, permintaan uang dirumuskan dengan:
M = k.P.Y
dimana Y = Pendapatan nasional riil
 P = Tingkat harga umum
Perbedaan ini cukup penting, karena teori Cambridge tidak menutup kemungkinan bahwa faktor-faktor seperti tingkat bunga dan expectation berubah, walaupun dalam jangka pendek. Dan kalau faktor-faktor berubah maka k juga berubah. Teori Cambridge mengatakan kalau tingkat bunga naik, ada kecenderungan masyarakat mengurangi uang yang ingin mereka pegang, meskipun volume transaksi yang mereka rencanakan tetap. Demikian juga faktor expectation mempengaruhi, seandainya masa datang tingkat bunga akan naik (yang berarti penurunan surat berharga atau obligasi) maka orang akan cenderung untuk mengurangi jumlah surat berharga yang dipegangnya dan menambah jumlah uang tunai yang mereka pegang[3].
Teori Cambridge adalah selangkah lebih maju dari teori Fisher, meskipun keduanya jelas masih dalam tradisi teori uang Klasik.
B.       Teori Permintaan Uang Keynes
Keynes menerangkan mengapa seseorang memegang uang kas berdasarkan kegunaan uang. Dalam teorinya tentang permintaan akan uang kas, Keynes membedakan antara motif transaksi (dan berjaga-jaga) serta spekulasi.[4] Seseorang memerlukan uang karena dia akan melakukan transaksi dan untuk berjaga-jaga (kalau sakit, terkena musibah dan sebagainya yang pada akhirnya merupakan kegiatan transaksi). Selain itu orang mau memegang uang karena motif spekulasi, dalam hal ini dilakukan bertujuan untuk memperoleh hasil dari uang yang dipegang maksimum, dengan cara mengkombinasikan uang yang dipegang dengan bentuk kekayaan lainnya.
a.       Motif permintaan uang untuk tujuan transaksi
Individu atau perusahaan memerlukan uang kas untuk melakukan transaksi. Transaksi ini sering terjadi tidak bersamaan waktunya dengan penerimaan uang. Pengeluaran ini sering kali tidak bisa diperkirakan terlebih dahulu, sehingga sangat diperlukan adanya uang kas di tangan. Meskipun seandainya pengeluaran dan penerimaan itu dapat diperkirakan dengan tepat, namun uang kas di tangan tetap diperlukan. Sebab penerimaan yang diharapkan mungkin tidak jadi di terima, atau pengeluaran untuk transaksi yang sangat penting untuk dilakukan sebelum waktu penerimaan datang, atau mungkin suatu transaksi yang memberikan keuntungan besar sangat menarik untuk dilakukan sebelum penerimaan datang dan sebagainya.
M



Keynes mengatakan bahwa permintaan uang kas untuk tujuan transaksi ini tergantung dari pendapatan. Semakin tinggi pendapatan seseorang, semakin besar keinginan akan uang kas untuk transaksi. Masyarakat yang tingkat pendapatannya tinggi, biasanya melakukan transaksi yang lebih banyak dibanding masyarakat yang pendapatannya lebih rendah. Ketergantungan permintaan uang untuk transaksi terhadap pendapatan dapat digambarkan sebagai berikut:




Permintaan uang untuk transaksi ditunjukkan dengan L. Terlihat semakin tinggi pendapatan maka semakin banyak uang yang dipegang untuk keperluan transaksi (M). Hubungan antara permintaan uang untuk transaksi dengan pendapatan riil (Y/P) tidak selalu linier (garis lurus). Berbeda dengan kaum Klasik. Keynes lebih menekankan permintaan uang untuk spekulasi.
b.      Motif permintaan uang untuk tujuan spekulasi
Sesuai dengan namanya, motif dari memegang uang ini adalah terutama untuk tujuan memperoleh keuntungan yang bisa diperoleh dari seandainya si pemegang uang tersebut meramal apa yang akan terjadi dengan benar. Pada teori Cambridge faktor ketidaktentuan masa depan (uncertainly) dan faktor harapan (expectations) dari pemilik kekayaan bisa mempengaruhi permintaan akan uang dari pemilik kekayaan tersebut. Namun teori seperti itu tidak pernah membakukan faktor-faktor tersebut ke dalam perumusan teori moneter mereka. Perumusan permintaan uang untuk motif spekulasi dari Keynes merupakan langkah “formalisasi” dari faktor-faktor tertentu dalam teori moneter.[5]
Keynes tidak membicarakan faktor “uncertainly” dan “expectations” secara umum, seperti teori Cambridge. Tetapi ia membatasi “uncertainly” dan “expectations” mengenai satu variable yaitu tingkat bunga. Pada garis besarnya teori Keynes membatasi pada keadaan dimana pemilik kekayaan bisa memilih memegang kekayaannya dalam bentuk uang tunai atau obligasi (bond). Uang tunai dianggap tidak memberikan penghasilan, sedangkan obligasi dianggap memberikan berupa sejumlah uang tertentu setiap periode. Dalam teori Keynes dibicarakan khusus obligasi yang memberikan suatu penghasilan berupa sejumlah uang tertentu setiap periode selama waktu yang tak terbatas (perpetuity).
Secara umum bisa ditulis dengan persamaan sebagai berikut:
K = R.P
Dimana K adalah hasil per tahun yang diterima, R adalah tingkat bunga, dan P adalah harga pasar atau nilai sekarang dalam obligasi “perpetuity” tersebut. Persamaan tersebut bisa juga ditulis sebagai berikut:
P = K/R
yang menunjukkan bahwa (karena K adalah konstan) harga pasar obligasi (P) berbanding terbalik dengan tingkat bunga R. Apabila tingkat bunga turun, maka harga pasar obligasi naik, dan sebaliknya apabila tingkat bunga naik maka harga pasar obligasi turun, atau dengan kata lain semakin tinggi tingkat suku bunga semakin rendah permintaan uang kas oleh seseorang atau masyarakat. Karena, semakin tinggi tingkat suku bunga, maka semakin besar ongkos memegang uang tunai sehingga seseorang atau masyarakat lebih baik membeli obligasi. Sebaliknya apabila tingkat suku bunga semakin rendah maka semakin rendah pula ongkos memegang uang tunai dan semakin besar seseorang atau masyarakat untuk menyimpan uang tunai.
Suatu hal yang perlu dicatat mengenai mekanisme permintaan akan uang untuk motif spekulasi seperti yang dikemukakan di sini adalah bahwa semuanya berkisar pada harapan mengenai perubahan tingkat bunga di masa mendatang.Apa yang menetukan harapan seseorang akan gerak dari tingkat bunga? Mengenai hal ini Keynes mengatakan bahwa pada suatu waktu seseorang mempunyai pendapat mengenai tingkat bunga yang ia anggap “normal”. Bila pada suatu waktu tingkat bunga yang berlaku lebih tinggi dari tingkat bunga yang ia anggap normal, maka ia akan mengharapkan bahwa tingkat bunga akan turun di masa mendatang.
Teori moneter Keynes ini mempunyai implikasi-implikasi teori maupun kebijaksanaan yang penting, yang berbeda dengan teori-teori Klasik, yaitu:
(1)           Teori Klasik mempunyai ciri dasar bahwa perubahan volume uang beredar tidak mempengaruhi tingkat maupun komposisi pengeluaran dalam masyarakat. Volume jumlah uang yang beredar hanya mempengaruhi tingkat harga umum (P).
(2)           Teori permintaan akan uang dari Keynes mempunyai implikasi bahwa permintaan uang adalah fungsi yang tidak stabil, dalam arti bahwa fungsi ini bisa bergeser dan berubah posisi dengan cepat dari waktu ke waktu. Hal ini disebabkan karena Keynes menekankan peranan faktor uncertaity dan expectationdalam menetukan posisi permintaan uang untuk tujuan spekulasi.
 BAB III
KESIMPULAN
            Perkembangan teori permintaan uang ternyata semakin pesat. Berbagai studi empiris telah dilakukan untuk mendukung perkembangan teori di atas. Perkembangan teori Keynes menunjukkan bahwa motif permintaan uang untuk transaksi juga dipengaruhi oleh tingkat bunga. Beberapa catatan mengenai model permintaan uang menyangkut masalah ketidakpastian, model antar generasi, kendala cash in advance dan jangka waktu. Selain permasalahan di atas, perkembangan teknologi transaksi dan institusi yang menjadi latar belakang studi masih memberikan alternatif tantangan studi model permintaan uang.
Kesimpulan-kesimpulan dari hasil studi empiris model permintaan uang masih selalu bersifat tentatif. Berbagai permasalahan ini menunjukkan bahwa studi tentang model permintaan uang belum berakhir dan masih tetap menarik.

DAFTAR PUSTAKA
Boediono. 1985. Pengantar Ilmu Ekonomi: Ekonomi Moneter. Yogyakarta: BPFE.
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/ekonomi_uang_dan_bank/bab_3_permintaan_uang.pdf (diakses pada tanggal 5 November 2014).
Prasetya, Eka dalam http://ekaprasetyaa.blogspot.com/2013/01/teori-permintaan-uang-menurut-klasik.html (diakses pada tanggal 5 November 2014).


[1] http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/ekonomi_uang_dan_bank/bab_3_permintaan_uang.pdf
[2] Boediono. Pengantar Ilmu Ekonomi: Ekonomi Moneter. (Yogyakarta: 1985). Hal: 20.
[3] Op cit. Boediono. Hal: 26.
[4] Ibid. Hal: 28.
[5] Prasetya dalam http://ekaprasetyaa.blogspot.com/2013/01/teori-permintaan-uang-menurut-klasik.html.

Pengelolaan bank umum konvensional

PENGELOLAAN BANK UMUM  KONVENSIONAL

Bank umum adalah lembaga keuangan yang memberikan jasa-jasa keuangan. Bank sebagai financial intermediary mempunyai peran yang penting dalam perekonomian. Pengelolaan bank membutuhkan adanya keterpaduan antara dua kepentingan/tujuan. Bank sebagai lembaga yang mencari keuntungan, juga harus memepertimbangkan masalah keamanan dan likuiditas. Semakin likuid sebuah assets akan semakin kecil yang bisa dihasilkan oleh aset tersebut. Bank harus mempertimbangkan trade off antara likuiditas dan profitabilitasnya.
Dalam pengelolaan bank harus dipertimbangkan jangka waktunya dan juga harus mempertimbangkan tujuan yang akan dicapai baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang. Dalam jangka pendek bank bertujuan memelihara likuiditasnya sedangkan tujuan jangka panjang nya adalah mencari keuntungan. Dalam mengelola likuiditas ini bank membedakan antara rekening yang bisa dikendalikan maupun yang tidak bisa dikendalikan. Rekening yang tidak bisa dikendalikan oleh bank meliputi simpanan para nasabah, pinjaman para nasabah dan cek yang akan diuangkan. Rekening ini tidak dapat dikendalikan oleh bank kapan akan dilakukan penarikan dana oleh para nasabah dan berapa banyak nasabah yang akan menabung. Sedangkan rekening yang bisa dikendalikan adalah rekening deposito dan surat berharga jangka pendek. Bank dapat mengatur kapan sebaiknya membeli surat berharga dan berapa banyak.
Pencapaian tujuan bank baik jangka pendek maupun jangka panjang ditentukan oleh beberapa faktor falsafah yang dipakai oleh bank tersebut, biaya minimum, dan faktor lain. Dalam pengelolaan bank falsafah yang dianut ada 2 macam yaitu pola agresif dan pola konservatif. Pola agresif lebih menekankan pada tujuan pencapaian keuntungan, lebih menyukai adanya resiko sedangkan pola konservatif lebih menyukai tidak adanya resiko sehingga likuiditas bank akan aman. Dalam hal ini bank lebih menekankan pada penggunaan dana intern daripada mengandalkan pinjaman dari luar. Pola konservatif lebih mengutamakan keamanan daripada profitabilitasnya.
Bank umum (komersial + syariah): bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberi-kan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Di Indonesia, menurut jenisnya bank terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 menyebutkan bahwa bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bank konvensional dapat didefinisikan seperti pada pengertian bank umum pada pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 10 tahun 1998 dengan menghilangkan kalimat “dan atau berdasarkan prinsip syariah”, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

•           Bank Konvensional
1.     Pada bank konvensional, kepentingan pemilik dana (deposan) adalah memperoleh imbalan berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang kepentingan pemegang saham adalah diantaranya memperoleh spread yang optimal antara suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman (mengoptimalkan interest difference). Dilain pihak kepentingan pemakai dana (debitor) adalah memperoleh tingkat bunga yang rendah (biaya murah). Dengan demikian terhadap ketiga kepentingan dari tiga pihak tersebut terjadi antagonisme yang sulit diharmoniskan. Dalam hal ini bank konvensional berfungsi sebagai lembaga perantara saja
2.     Tidak adanya ikatan emosional yang kuat antara Pemegang Saham, Pengelola Bank dan Nasabah karena masing-masing pihak mempunyai keinginan yang bertolak belakang
3.     Sistem bunga:
• Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak Bank
• Besarnya prosentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.
• Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik
• Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama Islam
• Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi
Dalam prakteknya bank dibagi dalam beberapa jenis. Perbedaan jenis bank dapat dilihat dari segi fungsi, serta kepemilikannya.

Dilihat dari segi fungsinya, bank dibedakan berdasarkan luasnya kegiatan atau jumlah produk yang dapat ditawarkan serta jangkauan wilayah operasinya.
1. Bank Sentral, merupakan bank yang mengatur berbagai kegiatan yang berkaitan dengan dunia perbankan dan dunia keuangan disuatu negara. Disetiap negara hanya ada satu bank sentral yang dibantu oleh cabang-cabangnya.
2. Bank Umum, adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secdara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
3. Bank Perkreditan Rakyat, adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Dilihat dari segi kepemilikannya, bank dibedakan dari segi kepemilikkan sahamnya
1. Bank milik negara (pemerintah), merupakan bank yang akte pendirian dan modal bank ini sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia, sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah.
2. Bank milik swasta nasional, merupakan bank yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh swasta nasional.
3. Bank milik koperasi, merupakan bank yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hokum koperasi.
4. Bank milik asing, merupakan cabang dari bank yang ada diluar negeri, baik milik swasta asing maupun pemerintah asing.
5. Bank milik campuran, merupakan bank yang kepemilikannya sahamnya campuran antara pihak asing dan pihak swasta nasional.

Dilihat dari segi kemampuannya melayani masyarakat, bank umum dapat dibagi ke dalam:
1. Bank Devisa, merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi keluar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara menyeluruh.
2. Bank non Devisa, merupakan bank yang mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat melaksankan transaksi seperti halnya bank devisa.

Dilihat dari segi kegiatannya :
1. Bank Retail
2. Bank Korporasi
3. Bank komersial
4. Bank Pedesaan
5. Bank Pembangunan

Dilihat dari segi caranya menetukan harga, baik harga jual maupun harga beli:
1. Bank berdasarkan prinsip konvensional (Barat)
2. Bank berdasarkan prinsip Syariah (Islam)
Usaha Bank Umum meliputi :
a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka,
sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
b. memberikan kredit;
c. menerbitkan surat pengakuan hutang
d. membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas
perintah nasabahnya

Kegiatan Bank Konvensional secara lengkap meliputi kegiatan sebagai berikut :
Menghimpun Dana (Funding)
Kegiatan menghimpun dana merupakan kegiatan membeli dana dari masyarakat. Kegiatan ini dikenal juga dengan kegiatan funding. Kegiatan membeli dana dapat dilakukan dengan cara menawarkan berbagai jenis simpanan. Simpanan sering disebut dengan nama reke¬ning atau account. Jenis-jenis simpanan yang ada dewasa ini adalah:
a.        Simpanan Giro (Demand Deposit),
b.        Simpanan Tabungan (Saving Deposit),
c.         Simpanan Deposito (Time Deposit),
Menyalurkan Dana (Lending)
Sebelum kredit dikucurkan bank terlebih dulu menilai kelayakan kredit yang diajukan oleh nasabah. Kelayakan ini meliputi berbagai aspek penilaian. Penerima kredit akan dikenakan bunga kredit yang besarnya tergantung dari bank yang menyalurkannya. Besar kecilnya bunga kredit sangat mempengaruhi keuntungan bank, mengingat keuntungan utama bank adalah dari selisih bunga kredit dengan bunga simpanan. Secara umum jenis-jenis kredit yang ditawarkan meliputi :
a.      Kredit Investasi,
b.      Kredit Modal Kerja,
c.       Kredit Perdagangan
d.      Kredit Produktif,
e.      Kredit Konsumtif,
f.        Kredit Profesi
Memberikan jasa- jasa Bank Lainnya (Services)
Jasa-jasa bank lainnya merupakan kegiatan penunjang untuk mendukung kelancaran kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana. Sekalipun sebagai kegiatan penunjang, kegiatan ini sangat banyak memberikan keuntungan bagi bank dan nasabah, bahkan dewasa ini kegiatan ini memberikan kontribusi keuntungan yang tidak sedikit bagi keuntungan bank, apalagi keuntungan dari spread based semakin mengecil, bahkan cenderung negatif spread (bunga sim¬panan lebih besar dari bunga kredit).
Semakin lengkap jasa-jasa bank yang dapat dilayani oleh suatu bank maka akan semakin baik. Kelengkapan ini  ditentukan dari permodalan bank serta kesiapan bank dalam menyediakan SDM yang handal. Disamping itu ,juga perlu didukung oleh kecanggihan teknologi yang dimilikinya. Dalam praktiknya jasa-jasa bank yang ditawarkan meliputi :
a.    Kiriman Uang (Transfer)
b.    Kliring (Clearing)
c.     Inkaso (Collection)
d.    Safe Deposit Box
e.    Bank Card (Kartu kredit)
f.     Bank Notes
g.    Bank Garansi
h.    Bank Draft
i.     Letter of Credit (L/C)
j.     Cek Wisata (Travellers Cheque)
k.     Menerima setoran-setoran.
l.     Melayani pembayaran-pembayaran.
m.   Bermain di dalam pasar modal.

.     FUNGSI BANK
Fungsi-fungsi bank umum yang diuraikan di bawah ini menujukkan betapa pentingnya keberadaan bank umum dalam perekonomian modern, yaitu :
1. Penciptaan uang
Uang yang diciptakan bank umum adalah uang giral, yaitu alat pembayaran lewat mekanisme pemindahbukuan (kliring). Kemampuan bank umum menciptakan uang giral menyebabkan possisi dan fungsinya dalam pelaksanaan kebijakan moneter.
Bank sentral dapat mengurangi atau menambah jumlah uang yang beredar dengan cara mempengaruhi kemampuan bank umum menciptakan uang giral.
2. Mendukung Kelancaran Mekanisme Pembayaran
Fungsi lain dari bank umum yang juga sangat penting adalah mendukung kelancaran mekanisme pembayaran. Hal ini dimungkinkan karena salah satu jasa yang ditawarkan bank umum adalah jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran.
Beberapa jasa yang amat dikenal adalah kliring, transfer uang, penerimaan setoran-setoran, pemberian fasilitas pembayaran dengan tunai, kredit, fasilitas-fasilitas pembayaran yang mudah dan nyaman, seperti kartu plastik dan sistem pembayaran elektronik.
3. Penghimpunan Dana Simpanan Masyarakat
Dana yang paling banyak dihimpun oleh bank umum adalah dana simpanan. Di Indonesia dana simpanan terdiri atas giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Kemampuan bank umum menghimpun dana jauh lebih besar dibandingkan dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Dana-dana simpanan yang berhasil dihimpun akan disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, utamanya melalui penyaluran kredit.
4. Mendukung Kelancaran Transaksi Internasional
Bank umum juga sangat dibutuhkan untuk memudahkan dan atau memperlancar transaksi internasional, baik transaksi barang/jasa maupun transaksi modal. Kesulitan-kesulitan transaksi antara dua pihak yang berbeda negara selalu muncul karena perbedaan geografis, jarak, budaya dan sistem moneter masing-masing negara. Kehadiran bank umum yang beroperasi dalam skala internasional akan memudahkan penyelesaian transaksi-transaksi tersebut. Dengan adanya bank umum, kepentingan pihak-pihak yang melakukan transaksi internasional dapat ditangani dengan lebih mudah, cepat, dan murah.
5. Penyimpanan Barang-Barang Berharga
Penyimpanan barang-barang berharga adalah satu satu jasa yang paling awal yang ditawarkan oleh bank umum. Masyarakat dapat menyimpan barang-barang berharga yang dimilikinya seperti perhiasan, uang, dan ijazah dalam kotak-kotak yang sengaja disediakan oleh bank untuk disewa (safety box atau safe deposit box). Perkembangan ekonomi yang semakin pesat menyebabkan bank memperluas jasa pelayanan dengan menyimpan sekuritas atau surat-surat berharga.
6. Pemberian Jasa-Jasa Lainnya
Di Indonesia pemberian jasa-jasa lainnya oleh bank umum juga semakin banyak dan luas. Saat ini kita sudah dapat membayar listrik, telepon membeli pulsa telepon seluler, mengirim uang melalui atm, membayar gaji pegawai dengan menggunakan jasa-jasa bank.

TUGAS BANK
Tugas Bank sebagai lembaga keuangan adalah mengumpulkan dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan.Bank merupakan sektor yang sangat penting dan berpengaruh dalam dunia usaha. Seperti kita ketahui bahwa hingga saat ini masih banyak terdapat kelompok-kelompok masyarakat ekonomi lemah terutama di pedesaan yang memerlukan bantuan kredit untuk modal kerja bagi kegiatan produksinya.
Lembaga perkreditan di Indonesia mempunyai fungsi sebagai alat penggerak bagi kehidupan ekonomi rakyat. Dengan adanya Bank Perkreditan Rakyat, Rakyat Indonesia untuk berusaha meningkatkan taraf hidupnya. Dengan demikian bank merupakan salah satu alat yang menunjang keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi.

PENYALURAN DANA KEGIATAN PENGALOKASIAN DANA
Pengalokasian dana àtau menyalurkan kembali dana yang telah dihimpun kepada masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk pinjaman KREDIT (prinsip konvensional), Penggunaan Dana Bank dalam suatu bank pendapatan terbesar adalah pendapatan bunga dari penyaluran kredit. Sehingga hal ini menyebabkan banyak bank berlomba-lomba meningkatkan penyaluran kreditnya dan akhirnya berdampak pada perkembangan modal. Peningkatan modal ini dapat mempertahankan keberadaan bank itu sendiri, tetapi yang dapat mempengaruhi perkembangan modal ini bukan saja dari penyaluran kredit saja tetapi dari beban bank yang dapat berdampak buruk terhadap perkembangan modal.
Pertama bagaimana pengaruh penyaluran kredit terhadap perkembangan modal , kedua Bagaimana pengaruh beban operasional termasuk NPL dari penyaluran kredit terhadap perkembangan modal .dapat diambil kesimpulan bahwa penyaluran kredit dapat mempengaruhi perkembangan modal karena hasil dari penyaluran kredit bank memperoleh pendapatan bunga yang cukup tinggi. Sehingga hal ini dapat meningkatkan laba dan akhirnya modal. Maka dalam hal ini modal dapat terus meningkat dan ada hal lain yang dapat mempengaruhi modal yaitu pihak bank bisa melakukan efisiensi biaya. Kata Kunci : penyaluran kredit, pendapatan, beban, NPL, laba, modal.
Dalam prakteknya, jika bank meningkatkan tingkat suku bunga penyaluran kreditnya dan dalam penyaluran kreditnya tidak efisien bukan tidak mungkin berujung pada kredit macet atau NPL. Tingginya NPL menyebabkan tingginya biaya operasional bank yang kemudian berpotensi menurunkan laba bank hal ini tentu akan berdampak pada berkurangnya kemampuan bank untuk meningkatkan modalnya. Untuk mengantisipasi dampak tersebut bank dalam memberikan kredit mempunyai beberapa aturan ketat yang harus dilaksanakan dan ditaati oleh calon debitur, dan dalam hal ini bank memakai pelaksanaan prinsip prudential banking yang merupakan strategi yang harus dilakukan bank Dana yang berhasil dihimpun oleh bank justru akan menjadi beban apabila dibiarkan begitu saja tanpa ada usaha alokasi untuk tujuan-tujuan yang produktif. Dana yang telah dihimpun bukanlah dana yang semuanya murah tapi sebagian besar adlah dana dari deposan yang menimbulkan kewajiban bagi bank untuk membayar imbal jasa berupa bunga.      Berdasarkan kebutuhan itu dan juga untuk memperoleh penerimaan bank dalam rangka menutup biaya-biaya lain serta mendapatkan keuntungan, maka bank berusaha mengalokasikan dananya dalam berbagai bentuk aktiva dengan berbagai macam pertimbangan.
Pertimbangan penggunaan dana Sebelum bank memutuskan untuk memilih suatu bentuk aktiva tertentu dalam pengalokasian dana yang telah berhasil dihimpun, banyak hal yang harus dipertimbangkan. Dalam pertimbangan tersebut terdapat tiga hal utama yang selalu menjadi perhatian bank yaitu risiko,hasil,dan jangka waktu.
1. Risiko dan hasil : Pada dasarnya bank menginginkan bentuk aktiva yang berisiko serendah mungkin namun dapat menghasilkan penerimaan atau rate of return setinggi mungkin.
2. Jangka waktu dan likuiditas : Dana yang telah berhasil dihimpun oleh bank menyangkut berbagai macam jangka waktu pengembaliannya. Di samping itu, bank juga memerlukan barbagai bentuk aktiva disesuaikan dengan keperluan kegiatan usahanya.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, bank memilih berbagai macam bentuk aktiva dengan memprtimbangkan jangka waktu aktiva tersebut dapat dijadikan alat likuid. Alternatif penggunaan dana Secara lebih rinci, alokasi dari dana yang telah berhasil dihimpun oleh bank dapat dalam bentuk-bentuk berikut ini :
 a) Cadangan likuiditas sesuai dengan namanya, aktiva ini terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek. Sebagai konsekuensinya, risiko dari aktiva ini tergolong rendah dan bank tidak dapat terlalu banyak mengharapkan adanya penerimaan dalam jumlah yang tinggi dari aktiva ini, bahkan kadang-kadang aktiva ini disebut aktiva yang tidak produktif(idle fund). Cadangan likuiditas ini terdiri atas dua kategori,yaitu: 1. Cadangan primer (primary reserves) 2. Cadangan sekunder
b) penyaluran kredit adalah penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi kewajibannya setelah jangka waktu tertentu.
c) investasi alokasi dana pada aktiva dengan rate of return yang cukup tinggi selain dapat berupa penyaluran kredit, dapat juga berupa investasi. Investasi dapat berupa penanaman dana dalam surat-surat berharga jangka menengah dan panjang, atau berupa penyertaan langsung pada badan usaha lain. Seperti halnya penyaluran kredit, karena rate of return dari aktiva ini relatif tinggi atau dengan kata lain investasi ini tergolong aktiva produktif, maka aktiva ini juga mengandung risiko yang relatif lebih tinggi juga dibandingkan cadangan primer dan sekunder.
d) aktiva tetap dan inventoris aktiva tetap dan inventoris tergolong sebagai aktiva yang tidak produktif dalam menghasilkan penerimaan dan oleh bank indonesia dipandang sebagai aktiva yang resikonya cukup tinggi. Risiko ini dikaitkan dengan kemungkinan rusak, terbakar, atau hilangnya dari aktiva tetap dan inventaris.

MASALAH PENYALURAN DANA DI BANK KONVENSIONAL
Melihat perkembangan bank yang semakin pesat serta mengingat banyaknya nasabah kredit, maka semua itu dibutuhkan pengawasan yang optimal untuk meminimalkan resiko terjadinya kredit macet. Oleh karena itu tidaklah mudah berbisnis di dunia perbankan, banyak kendala dan resiko-resiko yang harus dihadapi, terutama pada kegiatan penyaluran kredit. Kredit bermasalah tidak dapat dihindari secara mutlak, akan tetapi setiap bank harus tetap berusaha untuk menekan sekecil mungkin resiko-resiko terjadinya kredit bermasalah.
             Risiko dan bank adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, tanpa adanya keberanian untuk mengambil risiko maka tidak akan pernah ada bank, dalam artian bahwa bank muncul karena keberanian untuk berisiko dan bahkan bank mampu bertahan karena berani mengambil risiko. Namun jika risiko tersebut tidak dikelola dengan baik, bank dapat mengalami kegagalan bahkan pada akhirnya mengalami kebangkrutan.
Risiko, khususnya di dalam konteks bisnis (red Bank dan lembaga keuangan), tidaklah selalu mewakili sesuatu hal yang buruk. Kenyataannya Risiko bisa mengandung di dalamnya suatu peluang yang sangat besar bagi mereka yang mampu mengelolanya dengan baik.
Hal itu mungkin yang melatarbelakangi mengapa kalimat “Saya akan ambil Risiko tersebut,” dalam bahasa Inggris lebih banyak dinyatakan dengan, I will take that chance. Secara sederhana J.P Morgan mengartikan risiko sebagai suatu ketidak pastian dari Net Return yang terjadi, atau secara komprehensif risiko merupakan suatu potensi terjadinya peristiwa (event) yang dapat memberikan pengaruh negatif terhadap nilai suatu portofolio aset yang dapat diukur dengan probabilitas tertentu dalam rentang waktu yang diketahui. Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa gampangnya risiko hari ini bisa diterjemahkan sebagai potensi kerugian esok hari, akan tetapi malangnya, risiko tidaklah bisa diukur seperti menghitung pendapatan dan biaya yang harus dikeluarkan bank karena risiko tidaklah bersifat “tangible”. Pengukuran risiko lebih merupakan hal yang konseptual dan merupakan tantangan dalam menerapkan praktik perbankan berbasis risiko. Jadi untuk menilai risiko yang “intangible”, mendefinisikannya dengan benar merupakan suatu keharusan yang tidak dapat ditawar-tawar. Risiko-Risiko Bank. Bank Indonesia melalui PBI 5/8/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, menjelaskan defenisi risiko-risiko yang harus dihadapi Bank dalam aktivitas bisnisnya, walaupun mengadopsi Basel II namun terdapat perbedaan mengenai definisi tersebut.
Adapun jenis risiko yang wajib dikelola bank adalah:
1.      Risiko Kredit
Risiko kredit diartikan sebagai Risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya (PBI) atau Risiko kerugian yang berhubungan dengan kemungkinan bahwa suatu Counterparty akan gagal untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya ketika jatuh tempo (Basel II).
2.      Risiko Pasar
Risiko yang muncul yang disebabkan oleh adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh Bank, yang dapat merugikan bank. Variabel pasar dalam hal ini adalah suku bunga dan nilai tukar serta termasuk perubahan harga option. Risiko pasar antara lain terdapat pada aktivitas fungsional Bank seperti kegiatan tresuri dan investasi dalam bentuk surat berharga dan pasar uang maupun penyertaan pada lembaga keuangan lainnya, penyediaan dana, dan kegiatan pendanaan dan penerbitan surat utang, serta kegiatan pembiayaan perdagangan.
3.      Risiko Operasional.
Risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional Bank.
Risiko operasional melekat pada setiap aktivitas fungsional Bank, seperti kegiatan perkreditan, treasury dan investasi, operasional dan jasa, pembiayaan perdagangan, pendanaan dan instrumen utang, teknologi sistem informasi dan sistem informasi manajemen dan pengelolaan sumber daya manusia.
4.      Risiko Likuiditas
Risiko yang antara lain disebabkan karena bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh waktu. Risiko likuiditas dikategorikan menjadi:
 a. Risiko Likuiditas Pasar, yaitu risiko yang timbul karena Bank tidak mampu melakukan Offsetting posisi tertentu dengan harga pasar karena kondisi likuiditas pasar yang tidak memadai atau gangguan pasar (market disruption) .
b. Risiko likuiditas pendanaan, yaitu risiko yang timbul karena bank tidak mampu mencairkan asetnya atau memperoleh pendanaan dari sumber dana lain.
 5. Risiko Hukum
Risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan oleh adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak dan pengikatan agunan yang tidak sempurna.
6.      Risiko Reputasi
Risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau persepsi negatif terhadap bank.
7.      Risiko Strategik.
Risiko yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal.
8.      Risiko Kepatuhan
Risiko yang disebabkan Bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku. Didalam prakteknya risiko kepatuhan melekat pada risiko bank yang terkait dengan peraturan perundang-undangan seperti risiko kredit terkait dengan ketentuan KPMM, KAP, PPAP, BMPK. Risiko Pasar terkait dengan Posisi Devisa Neto (PDN), risiko strategik terkait dengan ketentuan rencana kerja dan anggaran tahunan (RKAT) Bank dan risiko lainnya yang terkai dengan ketentuan tertentu. Mencermati jenis-jenis risiko dan akibat yang ditimbulkannya bagi Bank, menuntut paradigma baru bagi Bank tentang risiko perbankan. Jika dulu kita hanya mengenal risiko kredit sekarang tidak cukup hanya dengan risiko kredit saja. Jika dulu pemantauan risiko hanyalah merupakan fungsi auditor, sekarang merupakan tanggung jawab Direksi.
Jika dulu risiko hanya sebagai suatu faktor negatif yang harus dikontrol, sekarang risiko diterjemahkan sebagai suatu opportunity bagi bank.

MEMINIMALISIR KREDIT BERMASALAH

Dalam kenyatan bisnis perbankan sehari-hari, kasus kredit bermasalah tidak dapat dihindari secara mutlak, namun setiap bank harus tetap berusaha untuk mencegah terulangnya kasus itu. Setiap karyawan bank yang jabatannya berkaitan dengan kegiatan perkreditan harus menyadari besarnya tanggung jawab untuk menekan sekecil mungkin risiko munculnya kasus kredit bermasalah. Dengan perkataan lain, walaupun kegiatan perkreditan memiliki sasaran untuk mengoptimalkan pendapatan bank, namun juga harus dapat mengendalikan dan meminimalkan risiko terjadinya kasus kredit bermasalah.
Upaya pengendalian dan meminimalkan risiko timbulnya kredit bermasalah dapat dilaksanakan dengan jalan menerapkan asas manajemen kredit yang sehat yang mencerminkan secara tegas penerapan prinsip kehati-hatian.Agar dapat menerapkan asas manajemen kredit yang sehat, Bank harus mempunyai organisasi yang sehat pula. Oleh karena itu, dalam kebijaksanaan penyaluran kredit, wajib dicantumkan hal-hal yang bersangkutan dengan organisasi perkreditan. Tugas pokok, wewenang dan tanggung jawab dari dewan komisaris, direksi dan karyawan lain yang berkaitan dengan penyaluran kredit harus dinyatakan dengan tegas dan jelas.      
Agar tidak terjadi kasus kredit bermasalah, bank harus berusaha menghindari kredit yang beresiko tinggi. Sebelum pihak bank menyetujui pengajuan kredit dari calon debitur, terlebih dulu diadakan analisa kredit secara cermat atas data-data usaha perusahaan dan calon debitur.
Terjadinya kredit bermasalah sering diawali dengan munculnya berbagai indikasi dan gejala (red flag). Oleh karena itu sebagai banker harus mampu mengamati dan mendeteksi secara dini terhadap timbulnya kredit bermasalah sehingga dapat mengambil tindakan pencegahan lebih awal (proverentif).Tetapi hal ini lazim dalam dunia perbankan bahwa tak ada satupun bank didunia ini yang tidak memiliki kredit bermasalah.Yang membedakan antara satu dengan bank yang lain adalah prosentase NPL (Non-Performing Loan). Dengan demikian persentase NPL yang paling rendah merupakan target setiap bank yaitu dibawah 5%.
               Beberapa hal penting yang harus dilakukan oleh bank dalam menekan atau mengurangi seminimal mungkin resiko pemberian kreditnya, adalah:
1.      Penilaian/Analisis terhadap Permohonan Kredit
Setiap permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitur, tentu harus dilakukan penilaian secara seksama oleh pejabat bank. Terlebih lagi untuk pemberian kredit jangka panjang, seperti kredit investasi misalnya. Mengingat semakin lama jangka waktu kredit, maka semakin tinggi faktor ketidakpastiannya, sehingga semakin besar pula resiko yang dihadapi bank.
Dalam penilaian kredit, ada prinsip-prinsip yang harus diperhatikan yaitu prinsip 5 C + 1C, yang meliputi:
a.       Character
Character atau watak debitur sangat menentukan kemauan untuk membayar kembali kredit yang telah diterimanya. Namun demikian, untuk mengetahui character seseorang itu tidak mudah. Oleh karena itu, penilaian atas character debitur perlu dilakukan secara hati-hati dan secermat mungkin. Informasi dari keluarga dan teman-teman dekat dari debitur, serta informasi dari bank pemberi kredit sebelumnya adalah sangat penting.
Untuk mengetahui dan memperoleh gambaran yang jelas tentang watak calon debitur ini, dapat dilakukan usaha-usaha seperti: melakukan interview langsung terhadap calon debitur; meneliti daftar riwayat hidupnya, mengetahui reputasi calon debitur berdasarkan informasi dari ‘lingkungan’ usahanya, serta meneliti kegiatan dan pengalaman-pengalaman usahanya.
b.      Capacity
Capacity mengandung arti kemampuan calon debitur dalam mengelola usahanya. Dengan demikian, capacity berkaitan erat dengan kemampuan calon debitur dalam melunasi kreditnya. Unsur-unsur yang dinilai untuk mengetahui kemampuan calon debitur antara lain meliputi penilaian terhadap:
1.      proyeksi arus kas;
2.      proyeksi laporan keuangan;
3.      pusat informasi kredit;
4.      kemampuan manajemen;
5.      kemampuan pemasaran;
6.      kemampuan teknis; dan
7.      kewajiban-kewajiban pada pihak lainnya.
c.       Capital
Informasi mengenai besar kecilnya modal (capital) perusahaan calon debitur adalah sangat penting bagi bank. Modal yang dimaksudkan disini adalah modal sendiri (networth) atau nilai kekayaan bersih yang dimiliki perusahaan, yang merupakan selisih antara total aktiva dengan total kewajiban (utang). Semakin besar modal yang dimiliki perusahaan merupakan cerminan keberhasilan perusahaan di masa lalu, dan ini tentunya semakin baik dihadapan bank. Mengingat kredit bank hanya merupakan pelengkap atau tambahan bagi pembiayaan kegiatan operasional perusahaan. Posisi modal suatu perusahaan dapat dianalisis dari laporan keuangannya. Untuk mendapatkan gambaran yang lengkap tentang modal perusahaan, maka bank harus melakukan analisis terhadap laporan keuangan perusahaan selama paling tidak tiga tahun periode akuntansi sebelumnya.
d.      Collateral
Collateral (jaminan kredit) merupakan setiap aktiva atau barang-barang yang diserahkan debitur sebagai jaminan atas kredit yang diperoleh dari bank. Manfaat jaminan ini bagi bank adalah sangat penting, sebagai ‘back up’ atas kredit yang diberikan kepada debitur. Tujuannya adalah agar bank dapat memperoleh pelunasan kembali atas kredit yang diberikan kepada debitur, apabila kelak debitur tidak mampu melunasi kreditnya atau pun ingkar janji (wan prestasi). Atas jaminan yang diberikan oleh debitur, maka perlu diperhatikan cara pengikatannya sesuai dengan hukum yang berlaku, untuk menghindari sengketa yang kemungkinan muncul di kemudian hari.
e.       Conditions
Yang dimaksud conditions disini adalah keadaan perekonomian secara umum dimana perusahaan tersebut beroperasi. Kondisi perekonomian sangat menentukan keberhasilan maupun kegagalan suatu perusahaan. Oleh karena itu, bank atau dalam hal ini analis kredit, harus mempertimbangkan keadaan perekonomian, dan proyeksi perekonomian selama jangka waktu kredit yang diberikan.
f.       Constraint
Dalam pemberian kredit, bank perlu juga mengetahui dan mempertimbangkan hambatan (constraint) yang mungkin muncul di lapangan. Bank perlu mengetahui tanggapan masyarakat setempat terhadap rencana investasi yang akan dilakukan oleh calon debiturnya, karena bisa saja masyarakat setempat menolak rencana investasi tersebut. Sebagai contoh seorang debitur mengajukan kredit untuk membangun sebuah peternakan babi misalnya. Nah, pihak bank perlu mengetahui bagaimana tanggapan masyarakat setempat, apakah menerima atau menolak kehadiran peternakan tersebut.
2.      Pemantauan Penggunaan Kredit
Setelah bank memutuskan untuk memberikan kredit kepada debiturnya, bukan berarti bahwa tugas bank sebagai perantara keuangan selesai sampai di situ, melainkan itulah awal mula tugas bank yang sesungguhnya dalam penyaluran kredit. Bank senantiasa harus memantau kredit yang telah disalurkannya. Apakah debitur benar-benar menggunakan kreditnya sesuai dengan permohonan semula, atau digunakan untuk keperluan lain? Bagaimana perkembangan dan prospek usaha debitur? Bagaimana keadaan perekonomian nasional secara keseluruhan, kondusif atau tidak bagi perkembangan usaha debitur? Dan pertanyaan-pertanyaan lain berkaitan dengan prospek kredit yang telah disalurkan oleh bank. Pertanyaan-pertanyaan ini penting dijawab, dalam rangka mengantisipasi kemungkinan tersendat atau macetnya kredit yang telah disalurkan bank.
3.      Jaminan Kredit
Jaminan kredit (collateral) atau agunan sebenarnya tidaklah mutlak sifatnya, tetapi perlu, guna mengantisipasi kemungkinan tidak tertagihnya kredit yang disalurkan bank. Di samping status dan kondisi jaminan, yang tidak kalah penting untuk diperhatikan oleh bank adalah dalam cara pengikatannya. Pengikatan jaminan kredit ini harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini berkaitan dengan eksekusi jaminan, apabila kelak debitur ingkar janji (wan prestasi) atau tidak mampu melunasi kreditnya.

 CARA PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH
Untuk menyelesaikan dan menyelamatkan kredit yang dikategorikan macet, dapat ditempuh usaha-usaha sebagai berikut: (Siamat, 1993, hal 222-223)
a.     Rescheduling (Penjadwalan Ulang)
Yaitu perubahan syarat kredit hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk masa tenggang (grace period) dan perubahan besarnya angsuran kredit. Tentu tidak kepada semua debitur dapat diberikan kebijakan ini oleh bank, melainkan hanya kepada debitur yang menunjukkan itikad dan karakter yang jujur dan memiliki kemauan untuk membayar atau melunasi kredit (willingness to pay). Di samping itu, usaha debitur juga tidak memerlukan tambahan dana atau likuiditas.
b.    Reconditioning (Persyaratan Ulang)
Yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, tingkat suku bunga, penundaan pembayaran sebagian atau seluruh bunga dan persyaratan lainnya. Perubahan syarat kredit tersebut tidak termasuk penambahan dana atau injeksi dan konversi sebagian atau seluruh kredit menjadi ‘equity’ perusahaan. Debitur yang bersifat jujur, terbuka dan ‘cooperative’ yang usahanya sedang mengalami kesulitan keuangan dan diperkirakan masih dapat beroperasi dengan menguntungkan, kreditnya dapat dipertimbangkan untuk dilakukan persyaratan ulang.
c.     Restructuring (Penataan Ulang)
Yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut:
Penambahan dana bank, atau Konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, dan atau Konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan bank atau mengambil partner yang lain untuk menambah penyertaan.
d.    Liquidation (Liquidasi)
Yaitu penjualan barang-barang yang dijadikan jaminan dalam rangka pelunasan utang. Pelaksanaan likuidasi ini dilakukan terhadap kategori kredit yang memang benar-benar menurut bank sudah tidak dapat lagi dibantu untuk disehatkan kembali atau usaha nasabah yang sudah tidak memiliki prospek untuk dikembangkan. Proses likuidasi ini dapat dilakukan dengan menyerahkan penjualan barang tersebut kepada nasabah yang bersangkutan. Sedang bagi bank-bank umum milik negara, proses penjualan barang jaminan dan aset bank dapat diserahkan kepada BPPN, untuk selanjutnya dilakukan eksekusi atau pelelangan.

Peranan lembaga keuangan bank dan non bank

Peran Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank : Bank Sentral

Pengertian Formal Lembaga Keuangan
Menurut Keputusan Menteri Keuangan RI No.792 Tahun 1990 tentang  Lembaga Keuangan : “Semua badan yang kegiatannya di bidang keuangan, melakukan penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan.” Lembaga keuangan (atau sering juga disebut Iembaga intermediasi) dapat dikelompokkan berdasarkan kemampuannya menghimpun dana dari masyarakat secara langsung. Atas dasar tersebut lembaga keuangan dapat dibedakan menjadi lembaga keuangan depositori (depository financial institution) dan lembaga keuangan nondepositori (non depository financial institution).
PERANAN LEMBAGA KEUANGAN

Lembaga keuangan sebagai badan yang melakukan kegiatan-kegiatan di bidang keuangan mempunyai peranan sehagai berikut:
 Pengalilian Aset (Asset Transfer)
Lembaga keuangan memiliki aset dalam bentuk “janji—janji untuk membayar” atau dapat diartikan sebagai pinjaman kepada pihak lain dengan jangka waktu yang diatur sesuai dengan kehutuhan perninjam. Dana pembiayaan asset tersehut diperoleh dari tabungan masyarakat. Dengan demikian lembaga keuangan sebcnarnya hanyalah mengalihkan atau mernindahkan kewaiban penlinjam menjadi suatu aset dengan suatu jangka waktu jattih letnpo sesuai keinginan penabung. Proses pengalihan kewajiban menjadi suatu aset disebut transmutasi kekayaan atau asset transimutation.

Likuiditas (liquidity)
Likuiditas berkaitan dengan kemainpuan untuk rnemperoleh uang tunai pada saat dihutuhkan. Beberapa sekuritas sekunder dibeli sektor usaha dan rumah tangga terutama dirnaksudkan untuk tujuan likuiditas. Sekuritas sekunder seperti tabungan, deposito, sertifikat deposito yang diterbitkan bank umum memberikan tingkat keamanan dan likuiditas yang tinggi, di samping tambahan pendapatan.





Realokasi Pendapatan (income reallocation)
Dalam kenyataannya di masyarakat banyak individu merniliki penghasilan yang memadal dan nienyadari bahwa di masa datang mereka akan pensiun sehingga pendapatannya jelas akan berkurang. Untuk rnenghadapi masa yang akan dating tersehut mereka menyisihkan atau inerealokasikan pendapatannya untuk persiapan di masa yang akan datang. Untuk melakukan hal tersebut pada prinsipnya mereka dapat saja membeli atau menyimpan barang rnisalnya : tanab, rumah dan sebagainya, namun pemilikan sekuritas sekunder yang dikeluarkan lembaga keuangan, misalnya program tahungan, deposito, program pcnsiun, polis asuransi atau saharn-saham adalah jauh lebih balk jika dihandingkan dengan alteniatif pertama.

Transaksi (transaction)
Sekuritas sekunder yang diterbitkan oleh lembaga intermediasi keuangan misalnya rekening giro, tabungan, deposito dan sebagainya, merupakan bagian dari sistem pembayaran. Giro atau rekening tabungan tertentu yang ditawarkan bank pada prinsipnya dapat berfungsi sebagai narig. Produk-produk tabungan tersebut dibeli oleh rumah tangga dan unit usaha untuk rnempermudah mereka melakukan penukaran barang dan jasa. Dalam hal tertentu, unit ekonomi membeli sekuritas sekunder (misalnya giro) untuk mempermudah penyelesaian transaksi keuangannya sehari-hari.

Dengan demikian lembaga keuangan berperan sebagai lembaga perantara keuangan yang menyediakan jasa—jasa untuk mepermudah transaksi moneter.

Jenis Bank & Definisi
Secara umum bank adalah suatu badan usaha yang memiliki wewenang dan fungsi untuk untuk menghimpun dana masyarakat umum untuk disalurkan kepada yang memerlukan dana tersebut. Berikut di bawah ini adalah macam-macam dan jenis-jenis bank yang ada di Indonesia beserta arti definisi / pengertian masing-masing bank.

Jenis-Jenis Bank :

Bank Sentral
Bank sentral adalah bank yang didirikan berdasarkan Undang-undang nomor 13 tahun 1968 yang memiliki tugas untuk mengatur peredaran uang, mengatur pengerahan dana-dana, mengatur perbankan, mengatur perkreditan, menjaga stabilitas mata uang, mengajukan pencetakan / penambahan mata uang rupiah dan lain sebagainya. Bank sentral hanya ada satu sebagai pusat dari seluruh bank yang ada di Indonesia. Tugas pokok Bank Indonesia adalah sbb :
Mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah
Mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna peningkatan taraf hidup rakyat.
Sebagai Bank Sirkulasi, Bank Indonesia mempunyai hak tunggal untuk mengedarkan uang kertas dan uang logam, yang merupakan alat pembayaran yang sah.
Sebagai Sentral, Bank Indonesia adalah Bank Pusat bagi bank-bank lainnya. Di mana dalam urusan perbankan dan perkreditan Bank Indonesia bertugas antara lain :
Menunjukkan perkembangan yang sehat dari urusan kredit dan perbankan
Membina perbankan dengan jalan memperluas, memperlancar dan mengatur lalu lintas pembayaran giral dan menyelenggarakan clearing antar bank.
Menetapkan ketentuan umum tentang solvabilitas dan likuiditas bank.
Memberikan bimbingan kepada bank guna penatalaksanakan bank secara sehat
Meminta laporan dan mengadakan pemeriksaaan terhadap segala aktivitas bank guna mengawasi pelaksanaan ketentuan perbankan
Menentapkan tingkat dan struktur bunga
Bank Sentral sebagai Bankir :
Memelihara rekening pemerintah
Memberikan pinjaman sementara
Memberikan pinjaman khusus
Melaksanakan transaksi yang menyangkut jual beli valuta asing
Menerima pembayaran pajak
Membantu pembayaran pemerintah dari pusat ke daerah
Membantu pengedaran surat berharga pemerintah
Mengumpulkan dan menganalisis data ekonomi
Bank Sentral sebagai Agen dan Penasehat Pemerintah :
 Mengadministrasi dan mengelola hutang nasional
 Memberikan jasa bunga atas hutang
Memberikan saran dan informasi mengenai keadaan pasar uang dan modal
Memelihara cadangan/cash reserve bank umum
Memelihara cadangan devisa Negara :
Internal Reserve, untuk keperluan jumlah uang beredar
Eksternal Reserve, untuk alat pembayaran internasional
Sebagai Bankers bank dan lender of last resort,
Mengawasi kredit
Mengawasi Bank ( Bank Supervision )

Bank Umum
Bank umum adalah lembaga keuangan yang menawarkan berbagai layanan produk dan jasa kepada masyarakat dengan fungsi seperti menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam berbagai bentuk, memberi kredit pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan, jual beli valuta asing / valas, menjual jasa asuransi, jasa giro, jasa cek, menerima penitipan barang berharga, dan lain sebagainya.
Bank umum di Indonesia dilihat dari kepemilikannya terdiri atas:
Bank pemerintah, seperti BRI, BNI, BTN.
Bank Pembangunan Daerah (BPD), seperti BPD DKI Jakarta.
Bank Swasta Nasional Devisa, seperti BCA, NISP, Bank Danamon.
Bank Swasta Nasional Bukan Devisa.
Bank Campuran, contoh Sumitomo Niaga Bank.
Bank Asing, seperti Bank of America, Bank of Tokyo.

Fungsi Bank Umum :
Mengumpulkan dana yang sementara menganggur untuk dipinjamkan pada pihak lain atau membeli surat berharga (financial investment).
Mempermudah di dalam lalu lintas pembayaran uang
Menjamin keamanan uang masyarakat yang sementara tidak digunakan, misalnya menghindari resiko hilang, kebakaran dan lainnya.
Menciptakan kredit (created money deposit), yaitu dengan cara menciptakan demand deposit (deposito yang sewaktu-waktu dapat diuangkan) dari kelebihan cadangannya (excess reserves)

Bank Perkreditan Rakyat / BPR
Bank perkreditan rakyat adalah bank penunjang yang memiliki keterbatasan wilayah operasional dan dana yang dimiliki dengan layanan yang terbatas pula seperti memberikan kridit pinjaman dengan jumlah yang terbatas, menerima simpanan masyarakat umum, menyediakan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, penempatan dana dalam sbi / sertifikat bank indonesia, deposito berjangka, sertifikat / surat berharga, tabungan, dan lain sebagainya.

Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB)
LKBB berfungsi sebagai pengumpul dana dan penyalur dana dari dan ke masyarakat, maksudnya adalah untuk menunjang pengembangan pasar uang dan modal serta membantu permodalan perusahaan-perusahaan, sejak tahun 1972 Pemerintah memberikan izin bagii pendirian LKBB.Sebagaimana diketahui LKBB terdiri dari jenis pembiayaan pembangunan, jenis investasi, dan jenis lainnya.
Usaha pokok Lembaga Keuangan Bukan Bank:
Jenis pembiayaan pembangunan adalah memberikan kredit jangka menengah/panjang serta melakukan penyiutan modal dalam perusahaan.
Jenis investasi terutama melakukan usaha sebagai perantara dalam menerbitkan surat berharga dan menjamin serta menanggung terjualnya surat berharga (underwriter).
Jenis lainnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang tertentu seperti memberikan pinjaman kepada masyarakat golongan berpenghasilan menengah untuk memiliki bank

Secara garis besar LKBB dapat dikelompokkan sbb :
Perusahaan Asuransi.
Asuransi adalah suatu bentuk lembaga keuangan yang berfungsi sebagai lembaga penjamin resiko, sekaligus sebagai lembaga penghimpun dana dan penyalur dana bagi tujuan investasi.
Sebagian besar jenis investasi perusahaan asuransi dilakukan dalam bentuk deposito berjangka dan pembelian surat berharga guna mengurangi kemungkinan terjadinya kerugian dalam penanaman modalnya. Dilihat dari jenis usahanya, industri asuransi biasa dibagi dalam 3 kelompok, yaitu :
Asuransi kerugian
Kegiatan asuransi kerugian termasuk reasuransi adalah meliputi pemberian pertanggungan terhadap kerugian yang timbul akibat kebakaran, pengangkutan rangka kapal dan aneka resiko.
Asuransi Jiwa
Industri asuransi jiw mempunyai corak tersendiri karena pada umumnya pertanggungannya menyangkut kontrak jangka panjang.        
Asuransi Sosial
Asuransi sosial merupakan asuransi yang wajib diikuti oleh sebagian  atau seluruh anggota masyarakat, yang keikutsertaanya diatur berdasarkan peraturan perundangan.
Dana Hari Tua.
Yaitu yang menangani dana-dana hari tua bersifat jangka panjang assetnya berbentuk surat utang Negara. Sedangkan passivanya berjatuh tempo jangka panjang dan berbentuk kontribusi (intern)      
Perusahaan Keuangan.
Yaitu perusahaan yang bergerak dalam pembiayaan konsumen. Kekayaannya berbentuk sewa beli dan berjatuh tempo jangk panjang. Sedangkan sifat passivanya adalah berbentuk proses promes yang berjangka menengah.
Holding Company
Yaitu perusahaan yang memegang saham anak perusahaan dengan aktivitas utama menjalankan sekelompok perusahaan. Sifat assetnya adalah berjatuh tempo jangka panjang serta berbentuk equity. Sedangkan passivanya berbentuk saham dan surat  utang yang berjatuh tempo jangk panjang          
Perusahaan yang Memberikan Potongan/diskonto.
Perusahaan ini terjun dalam alat pasar uang yang tipe assetnya adalah instrument pasar uang yang berjatuh tempo jangk pendek. Sedangkan sifat passivanya berbentuk surat utang dan pinjaman yang berjatuh tempo jangka menengah.
Perusahaan Pemutar Kredit.
Yaitu yang mengorganisasika kelompok kredit yang berputar dimana sifat assetnya adalah berjatuh tempo jangka pendek dan berbentuk perputaran. Sedangkan sifat passivanya adalah bertipe perputaran yang berjatuh tempo jangka pendek.
Rumah Gadai.
Yaitu menjembatani pasar yang terorganisasi di mana assetnya berjatuh tempo tak tentu dan berupa komoditi. Sedangkan passivanya berbentuk modal sendiri yang  berjatuh tempo jangka panjang.          

Leasing
Merupakan kegiatan pembiayaan khusus untuk pengadaan barang modal yang dibutuhkan oleh suatu perusahaan dengan pengaturan pembayaran secara berkala.
Transaksi leasing juga memberikan hak pilih (OPTIE) kepada perusahaan pemakai jasa leasing, untuk membeli barang modal yang  menjadi obyek leasing pada akhir periode kontrak memperpanjang waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama. Pengembangan industri leasing dimaksudkan selain untuk menambah pilihan pembiayaan usaha juga ditujukan untuk mendorong investasi dan industrialisasi yang dilakukan oleh sektor swasta. Selain itu, industri leasing juga diarahkan untuk menarik pemasukan modal dari luar negeri dan pengembangan produksi komoditi ekspor nonmigas, melalui pemanfaatan dana dan pinjaman luar negeri untuk pembiayaan investasi nasional.

Perbandingan bank dan non bank
Kegiatan
Lembaga Keuangan



Bank

Bukan Bank

Penghimpun dana
Secara langsung berupasimpanan dana masyarakat
(tabungan; giro; deposito)
Secara tidak langsung dari
masyarakat (kertas beharga; penyertaan; pinjaman/kredit dari lembaga lain)
Hanya secara tidak langsung dari masyarakat(terutama melalui kertas
berharga; dan bisa juga dari penyertaan, pinjaman/kredit dari lembaga lain

Penyalur dana
• Untuk tujuan modal kerja, investasi, konsumsi• Kepada badan usaha dan
individu
• Jangka pendek, menengah dan panjang
• Terutama untuk tujuaninvestasi
• Terutama kepada badan
usaha
• Terutama untuk jangka
panjang dan menengah


Faktor-Faktor Yang Mendorong Peningkatan Peranan Lembaga Keuangan
Ada beberapa faktor yang mendorong peningkatan peranan lembaga keuangan(Rose & Frasser, 1988 : 13), yaitu:
Besarnya peningkatan pendapatan masyarakat kelas menengah Keluarga dan individu dengan pendapatan yang cukup terutarna dan kalangan menengah memiliki sejumlah bagian pendapatan untuk ditabung setiap tahunnya. Lembaga keuangan menyediakan sarana yang menguntungkan untuk tabungan mereka.
Pesatnya perkembangan industri dan teknologi : Lembaga keuangan telah memperlihatkan dan merniliki kemampuan untuk memenuhi sernua kebutuhan modal alan dana sektor industri yang hiasanya dalain jumlah besar yang bersumber dan para penabung.
Besarnya denominasi instrumen keuangan menyebabkan sulitnya penabung kecil memperoleh akses. Ada beberapa jenis surat berharga yang menarik dan pinjaman di pasar uang tidak dapat dimasuki atau diperoleh penabung kecil akibat denominasinya yang demikian besar. Namun demikian dengan menghimpun dana dan banyak penabung, lenihaga keuangan dapat memberikan kesempatan bagi penabung kecil untuk memperoleh instrumen keuangan yang menarik tersehut.
Skala ekonomi dan ruang lingkup dalam produksi dan distribusi jasa-jasa keuangan. Dengan mengkombinasikan sumber-sumber dalam memproduksi berbagai jenis jasa-jasa keuangan dalam jumlah besar, maka biaya jasa per unit dapat ditekan serendah mungkin, yang memberikan lembaga keuangan suatu keunggulan kompetitif (competitif advantage) terhadap pihak-pihak lain yang menawarkan jasa keuangan.
Lembaga keuangan menjual jasa-jasa likuiditas yang unik, mengurangi biaya likuiditas bagi nasahahnya. Ketidakpastian arus kas unit usaha perusahaan dan individu-individu, akan membahayakan kondisi mereka bila tidak dalam keadaan likuid saat kas sangat dibutuhkan, sehingga dapat dikenakan denda (penalty cost). Untuk inernenuhi kebutuhan tersebut lembaga keuangan menjual jasa-jasa likuiditas, misalnya deposito.
Keuntungan jangka panjang Lembaga keuangan dapat memperoleh sumber dana atau meminjam uang dan penabung dengan tingkat bunga yang relatif lebih rendah kernudian meminjamkannya dengan tingkat hunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang Iebih panjang kepada nasahah debitur, Keuntungan atau spread antara biaya dana di satu pihak dan tingkat bunga kredit cenderung bergerak bersamaan, naik atau turun.
Risko yang lebih kecil: Pengawasan dan pengattiran pemerintah dan adanya program asuransi menyebabkan risiko atas simpanan pada lembaga keuangan menjadi lcbih kecil dan investasi lain.

Sumber-Sumber-Dana-Bank
Sumber-sumber dana bank berasal dari :
Dana yang berasal dari bank itu sendiri
Sumber dana ini merupakan sumber dana dari modal sendiri. Modal sendiri maksudnya adalah modal setoran dari para pemegang sahamnya sendiri. Apabila saham yang terdapat dalam portepel belum habis terjual, sedangkan kebutuhan dana masih perlu, maka pencariannya dapat dilakukan dengan menjual saham kepada pemegang saham lama. Akan tetapi jika tujuan perusahaan untuk melakukan ekspansi, maka perusahaan dapat mengeluarkan saham baru dan menjual saham baru tersebut dipasar modal. Disamping itu pihak perbankan dapat pula menggunakan cadangan-cadangan laba yang belum digunakan.
 Secara garis besar pencarian dana terdiri dari :
Setoran modal dari pemegang saham
Cadangan-cadangan bank, maksudnya adalah cadangan-cadangan laba pada tahun lalu yang tidak dibagi kepada para pemegang sahamnya. Cadangan ini sengaja disediakan untuk mengantisipasi laba tahun yang akan datang.
Laba bank yang belum dibagi, merupakan laba yang memang belum dibagikan pada tahun yang bersangkutan sehingga dapat dimanfaatkan sebagai modal untuk sementara waktu.  Keuntungan dari sumber dana sendiri adalah tidak perlu membayar bunga yang relatif besar daripada jika meminjam ke lembaga lain.
Dana yang berasal dari masyarakat luas
Sumber dana ini merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasi bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya dari sumber dana ini. Pencarian dana dari sumber ini relatif paling mudah jika dibandingkan dengan sumber lainnya dan pencarian dana dari sumber dana ini paling dominan, asal dapat memberikan bunga dan fasilitas menarik lainnya menarik dana dari sumber ini tidak terlalu sulit. Akan tetapi pencarian sumber dana dari sumber dana ini relatif lebih mahal jika dibandingkan dari dana sendiri. Adapun sumber dana dari masyarakat luas dapat dilakukan dalam bentuk :
Simpanan Giro
Menurut Undang-undang Perbankan No.10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan. Sedangkan pengertian simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dalam bentuk giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan atau yang dapat dipersamakan dengan itu. Pengertian dapat ditarik setiap saat maksudnya bahwa uang yang sudah disimpan di rekening giro tersebut dapat ditarik berkali-kali dalam sehari, dengan catatan dana yang tersedia masih mencukupi. Kemudian juga harus memenuhi persyaratan lain yang ditetapkan oleh bank yang bersangkutan. Sedangkan pengertian penarikan adalah diambilnya uang tersebut dari rekening giro sehingga menyebabkan gito tersebut berkurang, yang ditarik secara tunai maupun ditarik secara non tunai (pemindahan-bukuan). Penarikan secara tunai adalah dengan menggunakan cek dan penarikan non tunai adalah dengan menggunakan bilyet giro (BG).

 Simpanan Tabungan
Menurut UU Perbankan No.10 1998 tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan atau lainnya yang dipersamakan dengan itu. Syarat-syarat penarikan tertentu maksudnya adalah sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat antara bank dengan si penabung. Selain itu harus sesuai dengan perjanjian sebelumnya. Kemudian dalam hal sarana atau alat penarikan juga tergantung dengan perjanjian antara keduanya yaitu bank dan penabung
 Simpanan Deposito
Menurut UU Perbankan No.10 1998 yang dimaksud dengan deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu ter tentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.
Artinya jika nasabah deposan menyimpan uangnya untuk jangka waktu 3 bulan, maka uang tersebut baru dapat dicairkan setelah jangka waktu tersebut berakhir dan sering disebut tanggal jatuh tempo. Sarana atau alat untuk menarik uang yang disimpan di deposito sangat tergantung dari jenis depositonya. Artinya setiap jenis deposito mengandung beberapa perbedaan sehingga diperlukan sarana yang berbeda pula.

Dana yang bersumber dari lembaga lainnya
Sumber dana yang ketiga ini merupakan tambahan jika bank mengalami kesulitan dalam pencarian sumber dana pertama dan kedua diatas. Pencarian sumber dana ini relatif mahal dan sifatnya hanya sementara waktu saja. Kemudian dana yang diperoleh dari sumber dana ini digunakan untuk membiayai atau membayar transaksi-transaksi tertentu. Perolehan dana dari sumber ini antara lain dapat diperoleh dari :
Kredit likuiditas dari Bank Indonesia, merupakan kredit yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditasnya. Kredit likuiditas ini juga diberikan kepada pembiayaan sektor-sektor tertentu.
Pinjaman antar bank, biasanya pinjaman ini diberikan kepada bank-bank yang mengalami kalah kliring didalam lembaga kliring. Pinjaman ini bersifat jangka pendek dengan bunga yang relatif tinggi.
Pinjaman dari bank-bank luar negeri. Merupakan pinjaman yang diperoleh oleh perbankan dari pihak luar negeri.
Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). Dalam hal ini pihak perbankan menerbitkan SBPU kemudian diperjualbelikan kepada pihak yang berminat, baik perusahaan keuangan maupun non keuangan.

Jenis-Jenis-Alokasi-Dana-Bank
Primary Reserve (cadangan primer)
Prioritas utama dalam alokasi dana adalah menempatkan dana untuk memenuhi ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia (sebagai pembina dan pengawas bank). Dana-dana akan dialokasikan untuk memenuhi ketentuan likuiditas wajib minimum atau disebut juga giro wajib minimum karena penempatannya berupa giro bank umum pada Bank Indonesia. Primary reserve merupakan sumber utama bagi likuiditas bank, terutama untuk menghadapi kemungkingan terjadinya penarikan oleh nasabah bank, baik berupa penarikan dana masyarakat yang disimpan pada bank tersebut maupun penarikan (pencairan) kredit atau credit disbursement sesuai dengan kesepakatan yang dibuat antara pihak bank dan debitor kredit dalam perjanjian kredit yang dibuat di hadapan notaris publik. Dengan demikian, pembentukan cadangan primer atau primary reserve dimaksudkan untuk memenuhi ketentuan likuiditas wajib minimum, keperluan operasi bank, semua penarikan simpanan, dan permintaan pencairan kredit dari nasabah. Di samping itu, cadangan primer juga digunakan untuk penyelesaian kliring antar bank dan kewajiban-kewajiban bank lainnya yang harus segera dibayar. Dalam prakteknya, primary reserve adalah dana kas dan saldo rekening koran bank pada Bank Indonesia dan bank-bank lainnya, serta warkat-warkat dalam proses penagihan. Komponen-komponen ini sering pula disebut sebagai alat-alat likuid.
Secondary Reserve (cadangan sekunder)
Prioritas kedua di dalam alokasi dana bank adalah penempatan dana-dana ke dalam noncash liquid asset (aset likuid yang bukan kas) yang dapat memberikan pendapatan kepada setiap saat dapat dijadikan urang tunai tanpa mengakibatkan kerugian pada bank. Surat-surat berharga tersebut antara lain :
surat berharga pasar uang atau SBPU,
sertifikat Bank Indonesia atau SBI,
surat berharga jangka pendek lainnya.
Tujuan utama dari secondary reserve adalah untuk dijadikan sebagai suplement (pelengkap) atau cadangan pengganti bagi primary reserve. Karena sifatnya yang dapat menghasilkan pendapatan bagi bank selain berfungsi sebagai cadangan, secondary reserve dapat memberikan dua manfaat bagi bank, yaitu untuk menjaga likuiditas dan meningkat profitabilitas bank. Cadangan sekunder atau secondary reserve digunakan untuk berbagai kepentingan, antara lain sebagai berikut :
Memenuhi kebutuhan likuiditas yang bersifat jangka pendek, seperti penarikan simpanan oleh nasabah deposan dan pencairan kredit dalam jumlah besar yang telah diperkirakan.
Memenuhi kebutuhan likuiditas yang segera harus dipenuhi dan kebutuhan-kebutuhan lainnya yang sebelumnya tidak diperkirakan.
Sebagai tambahan apabila cadangan primer tidak mencukupi.
Memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek yang tidak diperkirakan dari deposan dan penarikan (disbursement) dari debitor. Karena kebutuhan-kebutuhan likuiditas ini tidak semuanya dapat diperkirakan, maka cadangan sekunder ini ditanaman dalam bentuk surat-surat berharga jangka pendek yang mudah diperjualbelikan. Di indonesia, instrumen cadangan sekunder dapat berupa Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SPBU), dan Sertifikat Deposito.
Loan Portfolio (Kredit)
Prioritas ketiga dalam alokasi dana bank adalah penyaluran kredit (loan). Dasar pemikirannya adalah setelah banh mencukupi primary reserve serta kebutuhan secondary reserve-nya (yang merupakan supllement bagi primary reserve), bank baru dapat menentukan besarnya volume kredit yang akan diberikan.
Dalam praktek perbankan di Indonesia, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan bank sentral (Bank Indonesia) sebagai pembina dan pengawas bank umum, penentuan besarnya volume kredit dipengaruhi oleh ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
Reserve requirement (RR)
Reserve requirement adalah ketentuan bagi setiap bank umum untuk menyisihkan sebagian dari dana pihak ketiga yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib minimum berupa rekening giro bank yang bersangkutan pada Bank Indonesia. Besarnya RR telah mengalami perubahan sebagai berikut.
Sebelum Pakto’88 : sebesar 10%
Setelah Pakto’88 : sebesar 2%
Pada tahun 1996 : sebesar 3%
Sejak tahun 1997 : sebesar 5%
Loan to deposit ratio (LDR)
Loan to deposit ratio adalah antara besarnya seluruh volume kredit yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana dari berbagai sumber. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia tanggal 29 Mei 1993, dana yang dihimpun bank dalam penerapan rasio tersebut adalah dana masyarakat/dana pihak ketiga, kredit likuiditas Bank Indonesia atau KLBI (jika ada), dan modal inti bank. Dalam Bab 13 buku ini, diuraikan bahwa rasio LDR dianggap sebagai tolok ukur untuk menilai kesehatan suatu bank dilihat dari segi likuiditasnya.
Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)
Batas Maksimum Pemberian Kredit adalah ketentuan tentang tidak diperbolehkannya suatu bank untuk memberikan kredit (baik kepada nasabah tunggal maupun kepada nasabah grup) yang besarnya melebihi 20% dari besarnya modal bank yang bersangkutan. Ketiga ketentuan perbankan tersebut sangat berpengaruh terhadap keberanian para eksekutif perbankan untuk memperbesar volume kreditnya dalam rangka mengejar profitabilitas yang tinggi. Atas dasar itulah, ketiga (ketentuan) di atas dapat dianggap sebagai patokan likuiditas bagi bank dalam melakukan prinsip prudential banking (prinsip kehati-hatian bank) dan sangat berpengaruh pada tingkat kesehatan bank.
Suatu hal yang patutu diingat adalah bahwa pemberian kredit merupakan aktivitas bank yang paling utama dalam menghasilkan keuntungan, tetapi risiko yang terbesar dalam bank juga bersumber dari pemberian kredit.
Portfolio Investment
Prioritas terakhir di dalam alokasi dana bank adalah dengan mengalokasikan sejumlah dana tertentu pada investasi portfolio (portfolio investment). Alokasi dana bank ke dalam kategori ini adalah dana sisa (residual fund) setelah penanaman dalam bentuk pinjaman (kredit) telah memenuhi kriteria atau target tertentu. Investasi ini berupa penanaman dalam bentuk surat-surat berharga jangka panjang atau surat-surat berharga ini bertujuan untuk memberikan tambahan pendapatan dan likuiditas bank. Karena pengalokasian dana untuk jenis ini dalah mengharapkan pendapatan yang memadai bagi bank, maka sifat aktiva ini biasanya lebih permanen atau berjangka panjang. Instrumen untuk portfolio investment yang agak aman adalah dalam bentuk obligasi dengan berbagai jenisnya.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan penanaman dana dalam bentuk portfolio investment adalah :
tingkat bunga (untuk jenis obligasi)
capital gain yang mungkin bisa diraih (untuk jenis saham),
kualitas atau keamanan (terutama untuk jenis saham),
mudah diperjualbelikan,
jangka waktu jatuh temponya (untuk obligasi, sertifikat deposito),
pajak yang harus dibayar,
diversifikasi (jangan ditanam pada satu jenis portofolio),
ekspektasi (harapan akan keuntungan di masa datang).
Penanaman dana pada kategori ini tercantum dengan nama other securities (efek-efek) yang berbentuk saham, obligasi, dan surat-surat berharga derivatif (right, warrant, option).
Fixed Assets (Aktiva Tetap)
Alokasi atau penanaman dana bank yang terakhir (meskipun tidak dikaitkan dengan strategi menjaga likuiditas bank) adalah penanaman modal dalam bentuk aktiva tetap (fixed assets), seperti pembelian tanah, pembangunan gedung kantor bank (baik untuk kantor pusat, kantor cabang, cabang pembantu maupun kantor kas), peralatan operasional bank, seperti komputer, facsimilie, sistem komunikasi antarcabang (on line system), kendaraan bermotor, dan aktiva tetap lainnya. Investasi tersebut di atas termasuk aktiva tetap berbentuk hardware, software, konsultan, bantuan teknis, dan lain-lainnya yang ditujukan untuk memperlancar kegiatan operasional bank.


KESIMPULAN
Lembaga Keuangan sebagai lembaga intermediasi
Klasifikasi Lembaga Keuangan terdiri dari : (1) Lembaga Keuangan Depositori atau Bank, (2) Lembaga Keuangan Non Depositori atau Non Bank
Lembaga Keuangan non Bank adalah semua badan yang melakukan kegiatan di bidang keuangan, yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana terutama dengan jalan mengeluarkan kertas berharga dan menyalurkan dalam masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan.